Info diinginkan :

Rabu, 26 Mei 2010

Usaha Unggas Sudah Usaha Industri


-->
Omzet Usaha Perunggasan Rp.120 T/Tahun
Pantas dikenai PPN oleh Pemerintah Cq. Kemenkeu-RI
Pada saat berlakuknya UU No.18 Tahun 2009 situasi usaha perunggasan Nasional berubah menjadi suatu usaha yang tadinya dilakukan oleh banyak peternak rakyat, kini beralih kepada usaha perunggasan yang dilakukan secara terintegrasi dalam suatu wadah perusahaan peternakan. Alasannya adalah untuk mendapatkan kemampuan efisiensi yang maksimal. Kenyataannya harga produk unggas berupa telur dan daging ayam sangat mahal dikonsumen. Integrasi yang diharapkan Pemerintah dalam usaha perunggasan Nasional tidak tercapai, karena selama ini para perusahaan PMA terintegrasi telah terbiasa dengan melakukan kejahatan ekonomi berupa Kartel dan Monopoli usaha yang nyata telah banyak mematikan usaha peternakan rakyat. Kebiasaan Kartel dan Monopoli inilah yang menyebabkan mahalnya harga produk unggas sehingga keuntungan besar ini dinikmati oleh para perusahaan PMA. 
 


Omzet Bisnis Unggas Ayam Ras Nasional Dari Data Terbaru
Diluar Bisnis Bahan Baku Pakan & Fast Food
DOC
1,5
Milyar
Ekor
x
a' Rp.
3.750
=
5.625.000.000.000
Ayam Panen
2
Milyar
Kg
x
a' Rp.
12500
=
25.000.000.000.000
Karkas Daging
1,5
Milyar
Kg
x
a' Rp.
20000
=
30.000.000.000.000
Telur Ayam
1
Milyar
Kg
x
a' Rp.
12000
=
12.000.000.000.000
Pakan (Feed)
8
Milyar
Kg
x
a' Rp.
4800
=
38.400.000.000.000
Obat-Vitamin
15%
=
18.528.750.000.000
Jumlah ……..
129.553.750.000.000

Dari data diatas, omzet usaha perunggasan telah mencapai Rp. 120 T per tahun dan porsi omzet ini dikuasai oleh :
-------------------------------------------------Bergabung Dalam Asosiasi ----------------Status Usaha
1. PMA terbesar --------- 50% ---------GPPU, GPMT, GAPPI ----------------Sangat sehat
2. PMA Lainnya --------- 25% ---------GPPU, GPMT, GAPPI ----------------Sangat sehat
3. PMDN ---------------- 20% -------- GPPU, GPMT, GAPPI ----------------Sehat
4. Peternak Rakyat -------- 5% ---------Aneka asosiasi mandiri ----------------Terpuruk, Mati

GPPU, GPMT, GAPPI adalah asosiasi yang didominasi dan sangat diwarnai oleh PMA terbesar CPI pada asosiasi inilah diatur kesepakatan harga DOC dan Pakan serta jumlah produksi yang harus dijual kepada konsumen.

Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2009 Bab II Azas dan Tujuan Pasal 2 ayat 1. “Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah NKRI yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui INTEGRASI dengan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait”.

Memperhatikan pasal ini, usaha perunggasan saat ini di Indonesia bertujuan untuk mengindustrikan usaha perunggasan yang dijalankan secara terintegrasi dari hulu hingga hilir. Kalau inilah kehendak Pemerintah, pantaslah kalau hasil usaha dibidang peternakan unggas apakah bahan baku pakan atau pakan, bibit maupun produk jadi dikenakan Pajak PPn oleh Kementerian Keuangan. Apalagi penguasaan usaha secara Nasional telah dikuasai 60% lebih oleh perusahaan besar PMA dibidang perunggasan.
Suatu keanehan Menteri Pertanian bisa menjadi kacungnya PMA melalui asosiasi rekayasa PMA yaitu GPMT untuk mengusulkan kepada Menteri Keuangan agar mencabut pengenaan Pajak PPn terhadap bahan baku pakan dan pakan, bibit. Alasan GPMT adalah bila PPn terus dipertahankan, maka peternak akan sulit mempertahankan usaha budidaya. Perlu diketahui oleh Pemerintah, bahwa peternak budidaya unggas ras telah hancur usahanya dan sekarang budidaya dilakukan oleh para perusahaan besar PMA yang telah mengusai pangsa pasar unggas Nasional 60% lebih.

Seharusnya Pemerintah Cq. Menteri Keuangan mempertanyakan kepada para perusahaan PMA jago kandang tersebut, sudah sampai sejauh apa tingkat efisiensi para perusahan integrator PMA selama ini untuk menekan biaya tinggi dalam pembentukan harga pokok pakan dan bibit usaha perunggasan. Selama ini yang terjadi adalah kejahatan ekonomi yang dilakukan secara Kartel dan Monopoli oleh para perusahaan PMA integrator harga jagung DN yang dibeli murah dengan menekan para petani jagung dihargai dengan harga jagung impor. Kita ketahui bahwa pembentukan harga pakan 60% adalah dari harga jagung. Dalam kondisi PMA integrator ingin untung sendiri setelah usaha peternakan rakyat dibunuh oleh mereka, dalam mengemis untuk dikenakan Pajak PPn ini, para perusahaan PMA berlindung dengan menggunakan kata peternak. Kami dari PPUI mengusulkan kepada Pemerintah khususnya Menteri Keuangan agar jangan terbodohi dan dibodohi oleh alasan-alasan yang meng-atasnamakan peternak budidaya yang jelas usaha perunggasan sudah masuk dalam kategori usaha Industri yang didukung oleh UU No.18 Tahun 2009. Bila Meteri Pertanian masih ngotot mempertahankan untuk membebaskan PPn terhadap bahan pakan, pakan dan bibit, maka Mentan RI adalah berpihak kepada para perusahaan PMA. Selama ini Menteri Pertanian dan jajarannya para Dirjen tidak mau tau tentang pembunuhan usaha peternakan rakyat akan tetapi anggaran APBN masih saja ada tentang pemberdayaan peternak rakyat. Kemana perginya anggaran ini ? (Rp.445.877.000.000) 47,40% APBN alokasi ke Kementan dalam kondisi peternakan unggas rakyat telah mati bergelimpangan.
Berlakunya UU No.18 Tahun 2009, sebenarnya rakyat Indonesia tidak memerlukan lagi DIRJEN Bina Produksi serta Dinas-dinas peternakan didaerah karena keberadaan mereka hanya membebani rakyat dan yang diurus hanya para perusahaan besar PMA. Para Birokrat Pemerintah Pusat dan Daerah menerima Gaji dari rakyat dimana rakyatnya diterpurukkan oleh Birokrat Pemerintah. (PPUI)

--000--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda