Info diinginkan :

Selasa, 26 Oktober 2010

Ancaman Karkas Unggas Impor ke Indonesia


Ancaman Karkas Impor Paska Rantai Dingin
Perda DKI No.4 Tahun 2007
(Ashwin Pulungan)

Kebisaan masyarakat konsumen Indonesia mengkonsumsi ayam segar berupa ayam baru dipotong adalah kebiasaan yang dapat dijadikan suatu kemampuan daya tahan pasar Nasional terhadap kemungkinan serangan daging ayam impor beku. Budaya konsumsi ini sangat perlu dipertahankan diseluruh Indonesia. Berlakunya UU No.18 Tahun 2009 serta adanya pemahaman yang salah dibanyak kalangan mengenai Flu Burung (AI), mengakibatkan bermunculannya aneka Perda yang melarang transportasi ayam hidup pada suatu daerah seperti Perda DKI No.4 Tahun 2007.


Jangan senang dahulu atas dikabulkannya beberapa Pasal tentang kaidah Internasional mengenai zona menjadi negara pada pasal 59 ayat 4 dan Pasal 68 ayat 4 UU No.18/2009 oleh MK (Mahkamah Konstitusi) pada 27 Agustus 2010. UU No.18/2009 harus direvisi total karena memarginalkan serta membangkrutkan usaha budidaya peternakan rakyat dan mengutamakan usaha budidaya para perusahaan besar PMA integrator. Padahal kita ketahui bersama bahwa budidaya peternakan rakyat telah berjasa mensosialisasikan konsumsi protein ayam ras dimasyarakat sejak program pemerintah Inmas-Bimas unggas dizaman pemerintahan Soeharto. Setelah bisnis unggas berpotensi dan perputaran uang secara Nasional telah mencapai Rp. 120 Trilliun per tahun dengan UU No. 18/2009 sepenuhnya usaha bisnis unggas Nasional diserahkan kepada investasi asing.
Adanya anjuran RPA (Rumah Potong Ayam) berada pada kawasan tertentu dan jauh dari perkotaan sebagai dampak Perda DKI No.4/2007, mengakibatkan pola konsumsi yang tadinya membeli ayam segar baru dipotong beralih kepada membeli ayam beku (karkas beku). Pola penyediaan protein hewani unggas seperti ini, secara tidak disadari oleh banyak pemegang keputusan, adalah merupakan tindakan untuk mematikan budaya konsumsi ayam segar dimasyarakat yang merupakan daya tahan pasar unggas Nasional menuju pola pembuka peluang masuknya pola budaya konsumsi ayam beku sebagai kebiasaan konsumsi Internasional. PPUI melihat adanya grand design internasional untuk mengubah pola kondumsi daging unggas Nasional sehingga memuluskan kemungkinan masuknya daging ayam internasional ke Indonesia dengan cara menggunakan issu AI serta higienisasi.
Untuk mempertahankan pola konsumsi ayam segar di konsumen Nasional, seharusnya Pemerintah melakukan pembenahan disetiap RPA masyarakat diberbagai perkotaan melalui Dinas-dinas Peternakan setempat sehingga dapat memenuhi persyaratan kesehatan yang tinggi. Selanjutnya Pemerintah dapat mempertahankan serta memelihara budaya konsumsi masyarakat yang berdaya tahan tersebut.
Perda DKI No.4/2007 yang segera dijalankan, akan menambah biaya transportasi serta biaya pembekuan dan kemasan yang ini akan membebani konsumen. Jarak luar kota dengan jalan-jalan perkotaan yang sangat macet akan menjadi kendala dan masalah baru bagi penyediaan daging unggas. Bila lokasi penanmpungan dan pemotongan unggas di wilayah Jakarta Barat, bagaimana dengan puluhan ribu lebih unggas yang harus dipotong dan dibawa ke berbagai pasar di DKI setiap harinya ? sehingga antrian panjang akan terjadi belum ditambah dengan kemacetan lalulintas kendaraan.
Banyaknya para pedagang unggas untuk menolak Perda DKI No.4/2007 serta relokasi mereka adalah sangat beralasan bagi pedagang unggas. Apalagi para perusahaan besar PMA telah lama memiliki RPA sendiri didalam wilayah DKI maupun diluar DKI sehingga Perda DKI No.4/2007 merupakan cara dan alat para perusahaan PMA mengusir para pedagang unggas di pasar tradisional untuk merealisasikan politik ekonomi PMA memonopoli murni menguasai seluruh pasar DKI pada tahap awal dan Nasional tahap berikutnya.

Bukti berjalannya Grand Design Internasional di Indonesia.

Banyak para pejabat dan bahkan para tokoh asosiasi merasa senang dan tersanjung dengan adanya FAO mendukung Perda DKI No.4/2007 apalagi dengan adanya bantuan teknis FAO untuk penataan pasar unggas Nasional (Ini adalah bentuk kebodohan Kementerian terkait). Secara gamblang kembali missi Internasional dengan membonceng FAO (Food and Agriculture Organization) menggunakan issu agar bebas AI untuk mendominasi regulasi Nasional sehingga berselera Internasional padahal ini adalah bagian terhalus dari rangkaian penjajahan ekonomi Nasional Indonesia disektor ekonomi unggas yang telah bernilai Rp. 120 triliyun per tahunnya.

Pasar Unggas Indonesia Kedepan.

Berjalannya realisasi Perda DKI No.4/2007 serta berhasilnya sosialisasi ayam beku akan menjadi acuan Nasional dan perda tersebut akan dijalankan dibeberapa propinsi bahkan bisa diseluruh propinsi di Indonesia. Bila ini terjadi, dan konsumen telah terbiasa dengan mengkonsumsi daging ayam beku, maka pasar Nasional akan sangat terbuka peluang yang amat luas bagi masuknya produk daging ayam beku Internasional. Bila harga daging ayam (karkas bersih) di pasar Nasional mahal, maka harga tersebut mengundang masuknya daging ayam beku dari manca negara. Tingkat persaingan ekonomi akan semakin tajam dan ketat. Melihat budaya para pelaku industri besar unggas Nasional selama ini yang dibantu oleh para oknum Pemerintah walaupun melanggar UU serta lawan mereka adalah para pembudidaya peternak rakyat, para pelaku industri unggas Dalam Negeri tidak akan mampu melawan kualifikasi daging unggas internasional. Para perusahaan PMA dan PMDN unggas Nasional bila tidak mampu mengubah pola budaya usaha maka banyak pelaku usaha besar unggas Nasional yang akan gulung tikar.

Pembuktian lemahnya daya saing industri perunggasan Nasional yang dikuasai para perusahaan PMA. Adanya Permentan No.20/2009 adalah merupakan bagian dari Program Ketahanan Pangan Pemerintah. Menurut para pelaku perunggasan, kebijakan pemerintah yang terdapat dalam Permentan No. 20/2009 ini kurang bisa memihak petani dan peternak. Karena dengan membolehkan impor karkas daging unggas membuat pangsa pasar dalam negeri tidak bisa bersaing dalam hal harga.

Sebagai perbandingan untuk harga karkas unggas dari Brasil hanya sekitar 0,8 $US sedangkan karkas unggas dari Indonesia mencapai 1,2 $US. Memang harga karkas unggas impor saat ini terkesan murah dibanding produk Indonesia sendiri.

Oleh karena itu, pelaku perunggasan yang dikuasai/didominasi perusahaan integrator PMA merasa perlu mengoreksi kembali kebijakan yang telah ditetapkan. “Perusahaan industri unggas Nasional tidak akan mampu bertahan jika harus bersaing dengan pasar impor yang harganya jauh dibawah harga nasional. Sementara, konsumen juga akan tertarik untuk membeli karkas unggas yang lebih murah,”

Suatu pertanyaan timbul akan kestabilan harga dalam jangka waktu yang lama jika nantinya Indonesia menggantungkan kebutuhan protein hewani dari impor. Selain itu, kemampuan luar negeri dalam memroduksi daging unggas dengan harga rendah sangat besar. Selama ini pemerintah Indonesia terkesan tidak memihak para petani dan peternak sendiri dalam kebijakan mereka bahkan para oknum pemerintah cenderung memihak para perusahaan besar PMA.

Sumbangsih Solusi dan Kebijakan dari PPUI untuk Pemerintah.
1) Dalam jangka pendek agar terbebaskan dari Flu Burung, pemerintah segera membenahi para pedagang dan pemotong ayam diseluruh Indonesia menjadi tempat-tempat pemotongan yang aman sehat dan higienis. Budaya mengkonsumsi ayam baru dipotong tetap dilestarikan di masyarakat sehingga tetap berdaya tahan terhadap daging ayam beku internasional.
2) Pemerintah segera merevisi total UU No.18 Tahun 2009 serta membuat Keppres yang isinya tentang penataan Budidaya dan Tata-niaga Unggas. Isi yang terpenting agar usaha budidaya peternakan unggas menjadi andalan pendapatan masyarakat, bagian isi Keppres menyangkut segmentasi pasar yaitu : Budidaya unggas diserahkan sepenuhnya kepada peternakan rakyat dan pasar Dalam Negeri (DN) merupakan tempat pemasaran usaha budidaya peternakan rakyat. Perusahaan besar PMA yang memiliki kandang budidaya terlarang memasarkan kepasar DN dan harus khusus dipasarkan kepada pasar ekspor Luar Negeri. Kemitraan unggas menjadi setara dan seimbang antara peternakan rakyat dengan para perusahaan industri unggas.
3) Pada jangka menengah industri pakan ternak (ayam ras) harus dialihkan kepada kebutuhan bahan baku dari DN serta memperkecil kandungan impor. Serta dilakukan peningkatan efisiensi serta produktifitas.
4) Mengembangkan industri pakan ayam ras yang berbasis pada bahan baku domestik dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing produk unggas nasional. Upaya yang dapat dilakukan adalah : mengembangkan daerah/wilayah produksi jagung dengan sistem distribusi yang efisien dan sistem penyimpanan yang modern (gudang-silo), memanfaatkan biji-bijian alternatif seperti sorgum dan limbah pertanian terutama dari industri pengolahan sawit, mengembangkan industri tepung ikan pada sentra produksi perikanan nasional, dan mendorong pihak industri pakan melakukan penelitian dan pengembangan untuk menggunakan sepenuhnya bahan baku lokal.
5) Jangka panjang, mempersiapkan bibit ayam lokal menjadi bibit produktif baik pedaging maupun petelur, Pemerintah membantu penelitian serta rekayasa genetic ayam lokal sehingga Indonesia tidak terlalu tergantung kepada bibit impor.

Anggaran Tahun 2010 Direktorat Jenderal Peternakan

1. Total alokasi anggaran Direktorat Jenderal Peternakan Rp 940.690.000.000,-
2. Alokasi Anggaran Menurut Program
  • Penerapan Pemerintahan yang Baik Rp. 141.902.000.000,- (15,08 %)
  • Pengembangan Agribisnis Rp 25.584.000.000,- (2,72 %)
  • Peningkatan Ketahanan Pangan Rp 327.325.000.000,- (34,80 %)
  • Peningkatan Kesejahteraan Petanil Peternak Rp 445.877.000.000,- (47,40 %)
3. Alokasi Menurut Pembagian Wilayah
  • Daerah (33 Provinsi/Kabupaten Kota) Rp 696.520.000.000,- (74,04 %)
  • UPT Pusat (21 UPT) Rp 171.420.000.000,- (18,23%)
  • Pusat Rp 72.750.000.000,- (7,73 %)
4. Alokasi Menurut Kegiatan Prioritas
  • Pengembangan Perbibitan Ternak Rp 75.000.000.000,- (7,97 %)
  • Pengemb. Fas.Pelayanan Ag.industri Terpadu Rp 8.720.000.000,- (0,93 %)
  • Integrasi Tanaman Ternak, Kompos & Biogas Rp 8.720.000.000,- (0,93 %)
  • Peningk.Keg.Eksebisi Perlombaan & Penghargaan Kepada PetanilPelaku Agribisnis Rp 980.000.000,- (0,1 %)
  • Peningk. Produksi, Produktivitas & Mutu Produk Pertanian serta Pengemb. Kawasan Rp 76.370.000.000,- (8,12 %)
  • Pengend. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), Penyakit Hewan, Karantina & Peningkatan Keamanan Pangan Rp 151.930.000.000,- (16,15%)
  • Penanganan & Pengendalian Wabah Flu Burung Pada Hewan & Restrukturisasi Perunggasan Rp 20.150.000.000,- (43,04 %)
  • Pengem. Usaha Agribisnis Pertanian (PUAP) & Penguatan Kelembagaan Ekonomi Pedesaan Melalui LM3 Rp 404.860.000.000,- (43,04 %)
  • Penerapan dan Pemanataban Prinsip Good Governance, Penyelesaian Daerah Konflik Bencana Alam Rp 45.070.000.000,- (4,79 %)
  • Gaji, Honor dan Operasional Rp 141.900.000.000,- (15,08%)

Telah terjadi pergeseran pelaksanaan kegiatan dari Pusat ke Daerah. Kegiatan prioritas terutama akan mengarah pada peningkatan kesejahteraan petani peternak dan dilaksanakan di daerah.

Ada beberapa program dengan dana yang cukup besar tapi sasarannya tidak jelas dan dilapangan tidak dirasakan masysrakat seperti Penerapan Pemerintahan yang Baik Rp. 141.902.000.000,- serta Peningkatan Kesejahteraan Petani Peternak Rp 445.877.000.000,-. Diharapkan masyarakat banyak untuk turut serta mengawasi anggaran tahun 2010 ini, bila didapat informasi nyata adanya manipulasi anggaran/rekayasa anggaran di pusat dan daerah, dapat mengirimkan Email kepada alamat PPUI. (000)

MARI BERSAMA MEMBERANTAS MALING UANG RAKYAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda