Info diinginkan :

Selasa, 07 April 2009

Bahan Masukan Untuk Rakyat & Pemerintah


My title

Penerbitan perdana Media ini, adalah merupakan ajang yang dapat dijadikan wadah Informasi & Komunikasi padat & singkat bagi peternak rakyat yang ada diseluruh Indonesia. PPUI juga memiliki majalah legendaris yang tertua dalam perunggasan Nasional yang saat ini istirahat terbit yaitu “Ayam Telur Agribisnis” wadah ini berisi Informasi & Komunikasi panjang-lebar bagi Peternakan Rakyat. Untuk memperluas cakupan informasi yang lebih luas & luwes serta efektif

kepada seluruh masyarakat perunggasan, Media "Peternakan Rakyat" adalah sebagai pendamping majalah yang telah ada. (Red).


Perunggasan Nasional Dihancurkan oleh

Investasi Asing & Peran Peternakan Rakyat Dihilangkan

Bahan Masukan bagi Pemerintah & Konsumen


Sejak berlakunya Keppres No.50 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam, sektor perunggasan adalah merupakan usaha andalan yang sangat diminati masyarakat perunggasan. Pertumbuhan dan perkembangan peternakan unggas di masyarakat sangat pesat dan merupakan potensi perunggasan Nasional sehingga dari kandang peternakan rakyat mampu memasok kebutuhan protein asal unggas untuk kebutuhan Nasional walaupun sudah ada tekanan persaingan usaha dari perusahaan PMA. Melihat potensi yang semakin membesar ini, mulailah para perusahaan besar perunggasan ingin mengambil porsi pangsa pasar Nasional yang lebih besar lagi pada masa itu.

Berjalan dan masih berlakunya UU No.6 Tahun 1967, telah memunculkan Keppres No.50 Tahun 1981 yang selanjutnya dirubah menjadi Keppres No.22 Tahun 1990. Pasal-pasal dalam perubahan Kepres ini, telah dimasuki oleh pemikiran para perusahaan bermodal besar PMA dan terlihat didalam Pasal 3,4. Keppres No.22 /1990. Sejak saat itu hingga Tahun 2000 (Keppres No.22/1990 sudah dicabut), telah terjadi cara usaha yang dilakukan oleh para perusahaan besar PMA berupa kejahatan ekonomi unggas Nasional dengan Monopoli, Oligopoli usaha dan Kartel (melalui asosiasi GPPU dan GPMT yang kerap para pengurusnya terdiri dari para Direksi perusahaan PMA) yang jelas melanggar UU No.6/1967 dan UU No. 5 Tahun 1999. Selalu terjadi dalam usaha perunggasan, harga DOC yang secara serempak naik dari masing-masing perusahaan Breeding Farm (BF) hal ini dapat terjadi adalah adanya pengaruh kuat dari penguasaan pangsa pasar oleh perusahaan PMA sehingga BF kecil tidak dapat berkutik, selanjutnya hanya mengikuti saja keputusan kenaikan harga DOC. Kemampuan Kartel ini adalah diperkuat dengan perusahaan BF-PMA yang memiliki budidaya komersial dari kandang-kandang sendiri, disamping kemitraannya. Perusahaan PMA dapat membuat banyak perusahaan dalam bentuk PMDN dengan merekayasa kepemilikannya untuk menghindari jangkauan dan jeratan hukum padahal, semua perusahaan PMDN bentukan mereka tersebut, adalah bagian erat dari perusahaan induk PMA bersangkutan (Red.apakah ini dibenarkan?). Dalam kondisi usaha secara Monopoli yang dilakukan oleh para perusahaan PMA selama ini, bahkan PMA sampai masuk kedalam usaha budidaya komersial serta menjual ayam hidup masuk kedalam pasar tradisional miliknya peternakan rakyat (Wet-market), hal inilah yang menjadikan usaha peternakan rakyat menjadi semakin tak berdaya dari ± 80.000 peternak rakyat mandiri diseluruh Indonesia dan kini hanya tinggal kurang dari ± 5.000 peternak sebagian besar dari jumlah ini masuk dalam usaha Kemitraan yang merupakan bagian erat dari usaha budidaya komersial perusahaan PMA. Undang-undang serta perangkat ketentuan termasuk Keppres yang ada, dibuat dan dimaksud adalah untuk mengkondusifkan iklim usaha bagi semua pihak sehingga seharusnya sampai kini sudah terjadi para pengusaha besar dari peternakan rakyat dan jumlahnyapun bertambah banyak sesuai dengan perkembangan pertumbuhan permintaan konsumen begitu juga perusahaan PMA dan PMDN bertambah skala usahanya dan mereka bahkan sudah mampu untuk ekspor produksi asal unggas ke beberapa negara. Kenyataan yang terjadi malah sebaliknya disamping peternak rakyat semakin hilang, bahkan perusahaan PMDN semakin terpuruk didominasi oleh perusahaan PMA, malah perusahaan PMA tidak mampu ekspor secara kontinyu hanya mengandalkan pasar dalam negeri yang menggusur usaha rakyat. Apalagi Keppres No.22/19Juni 2000 sampai kini tahun 2005, didalam usaha perunggasan tidak ada lagi Keppres sehingga para perusahaan PMA lebih leluasa berpesta melakukan Monopoli, Oligopoli usaha. Diharapkan sangat oleh peternak rakyat Pemerintah kembali sepenuhnya berpijak kepada UU No.6 Tahun 1967 untuk mengatur berjalannya tata-niaga perunggasan Nasional.

Dalam kondisi perunggasan Nasional yang tidak kondusif, ada perusahaan PMA turut serta mensponsori pembuatan RUU pengganti UU No.6 Tahun 1967 yang menghilangkan peran peternakan rakyat dan bertentangan dengan UUD 1945, UU No.9/1995, UU No.5/1999, UU No.22/2000.

RUU Pengganti UU No.6 Tahun 1967 yang dilakukan oleh Pemerintah adalah merupakan tindakan untuk mencabut missi UUD 1945 yang merupakan hak patennya Peternakan Rayat yang telah tertuang didalam UU No.6 tahun 1967 selama ini. Hak patennya Peternakan Rakyat yang dihilangkan tersebut adalah :

1. Pemerintah berusaha mencegah perbuatan-perbuatan dibidang peternakan, yang

mengandung unsur pemerasan seseorang terhadap orang lain. (Pasal 5)

2. Mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani

peternak. (Pasal 8 c.)

3. Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan

peternakan. (Pasal 10 ayat 1)

4. Pemerintah berusaha mempertumbuhkan dan memperkembangkan badan-

badan hukum yang diperlukan seperti Koperasi-Koperasi dan lain-lain

sebagainya. (Pasal 10 ayat 2)

5. Bagi kegiatan-kegiatan badan hukum tersebut oleh Pemerintah dapat

disediakan fasilitas-fasilitas antara lain dibidang perkreditan. (Pasal 10 ayat 3)


Perusahaan PMA Memasukkan Hatching Egg (HE) - Telur tetas Parent Stock dan HE Final Stock ke Indonesia sebagian besar secara gelap dari Negara Malaysia dan Thailand yang sedang mewabah penyakit Flu Burung sehingga menghancurkan usaha perunggasan Nasional terjadi pada Agustus – Desember 2004 (Pelanggaran UU No.6 Tahun 1967) adalah dua perusahaan PMA yang cukup besar di Indonesia. Kedua perusahaan tersebut, masing-masing investor berasal dari Thailand dan Malaysia.

Masuknya telur impor ini, melalui pintu masuk sekitar Belawan, Dumai, Pekanbaru dan Batam. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena perunggasan Indonesia sangat terancam akan mewabahnya penyakit Flu-Burung. Pada akhir Tahun 2003 dan pada periode awal Tahun 2004 yang lalu Indonesia telah terkena wabah Flu-Burung yang melumpuhkan usaha perunggasan Nasional yang pemulihannya baru terjadi sekitar bulan Mei 2004. Apabila kasus importasi HE dari Thailand dan Malaysia yang terkena wabah Flu-Burung juga terjangkit menjadi wabah di Indonesia, Flu-Burung tahap kedua ini akan sangat parah dan fatal terhadap usaha perunggsan Nasional. Masuknya telur dari Malaysia dan Thailand ke Indonesia adalah sebagai solusi dari dua perusahaan PMA untuk menutupi kerugian investasi mereka di Malaysia dan Thailand dengan mengorbankan tatanan kondisi usaha perunggasan di Indonesia (memasukkan HE secara gelap sekaligus memasukkan penyakit Flu-Burung).

Suatu hal yang tidak masuk akal, pengawasan Pemerintah untuk menangkal masuknya HE impor yang diduga kuat mengandung penyakit Flu Burung tidak berjalan (Pelanggaran UU No.6/1967). Pada sisi lain kasus BKK (Bungkil Kacang Kedelai) berdasarkan SK Mentan No.510/2001 tanggal 27 Maret 2001 pelarangan untuk pakan unggas dari Amerika karena mewabahnya PMK, Pemerintah begitu ketatnya menyetop impor BKK dari Amerika sehingga mendatangkan keuntungan besar bagi salah satu perusahaan PMA. Padahal PMK (Penyakit Mulut & Kuku) pada sapi belum terlalu dekat pengaruh tularannya melalui BKK kepada ternak unggas. Standar ganda yang dilakukan Deptan RI saat itu mengakibatkan kehancuran perunggasan Nasional disaat ini dengan mahalnya harga pakan unggas. Sebagian data dokumen yang didapat dari impor HE berpenyakit AI adalah :


1. PT.Leong Ayam Satu Primadona (PMA dari Malaysia)

- Surat Dirjen Bea & Cukai – Direktorat Pencegahan & Penyidikan No. S-582 /BC.

5/ 2004 tgl 5-10- 2004.; -Rekomendasi Dinas Peternakan Propinsi SUMATRA UTARA No.524.513/2501/Budidaya.; -SPB.Dari Badan Karantina Pertanian Belawan No.2397KH.5 /L.2.3./XIII/2004 tgl.10 Agustus 2004. Jumlah yang diimpor Sebanyak 108.000 butir dalam kemasan 300 karton. Nama kapal KM.Bintang Surya Jaya Voy.No.38/2004 asal Port Klang Malaysia.

2. PT. Charoen Pokphand Ind.Tbk.(PMA dari Thailand)

Data Menyusul

Sumber : Majalah Poultry Indonesia November 2004.


Adanya AI (Avian Influenza/Flu Burung) yang saat ini terjangkit secara sporadis pada beberapa wilayah di Indonesia sebagai dampak impor HE dari Malaysia dan Thailand pada bulan Agustus 2004 lalu, secara jangka panjang sangat mengancam dan dapat menghancurkan perunggasan Nasional perusahaan PMDN terutama peternakan rakyat, terbukti pada Desember 2004 dan Januari 2005 ini kasus-kasus AI di pembudidaya Layer (ayam petelur), BF (Breeding Farm) dan peternak ayam kampung dan ayam puyuh telah terjadi banyak kasus AI yang menyebabkan tingkat kematian ayam yang mendadak dalam jumlah tinggi.

Disamping penghancuran perunggasan Nasional dengan segala cara, strategi mereka yang selalu dilakukan adalah membuat pemasokan bibit ayam (DOC) dan ayam panen kurang sehingga di pasar konsumsi harga menjadi mahal, cara illegal seperti ini adalah untuk :

1. Mengeluarkan daging beku dari Cold-storage mereka (PMA) didalam negeri ± 30.000 Ton, sebanyak 50%-nya adalah kepunyaan PMA, terbukti dari sejak Desember 2004 s/d Akhir Januari 2005 harga ayam dikonsumen sangat tinggi sebagai akibat peternak tidak mengisi kandangnya. Lalu stock mereka masuk pasar dan habis (sekarang cold-storage mereka kosong).

2. Berikutnya yang perlu diwaspadai dengan pengurangan jumlah DOC seolah-olah bukan rekayasa melalui GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) mengatur harga DOC secara terkendali (Kartel). Padahal jumlah DOC yang diproduksi BF cukup, sesuai permintaan konsumen dan sebanyak ± 70% produksi DOC masuk kekandang budidaya komersial perusahaan intergrated PMA. Cara PMA seperti ini adalah untuk menentukan dan mengendalikan harga pasar yang telah mereka rencanakan.

3. Memasukkan produk daging beku mereka yang masih menumpuk di Cold-storage di Thailand, Vietnam dan Malaysia, terutama dari Malaysia kerena cukup dekat ke Indonesia, daging ini sangat berbahaya andaikan masuk ke Indonesia. Disamping akan menimbulkan over-suplai juga daging ayam ini terbukti telah menimbulkan kematian pada manusia karena telah mengandung virus AI yang telah bermutasi gen. Apabila daging ini dapat masuk ke Indonesia, akan sangat merusak sistem peternakan dan citra daging unggas Indonesia.


Proses produksi daging ayam didalam negeri 100% adalah budidaya unggas tanpa dicampur dengan budidaya dengan hewan lain (seperti peternakan babi) jadi tidak akan terjadi percepatan mutasi gen dari virus AI dari ayam dan terjadi mutasi gen ditubuh babi dan virus dari babi ini yang akan mematikan manusia. Sedangkan di Thailand dan Vietnam peternakan ayam berbaur dan sangat berdekatan didalam satu wilayah kawasan peternakan. Kandang peternakan ayam yang berdekatan dengan peternakan babi, akan menimbulkan percepatan terjadinya mutasi gen virus AI sehingga lebih ganas dan sangat berbahaya bagi manusia. Hal ini terbukti sampai dengan bulan ini, virus AI H5N1 telah mematikan sebanyak lebih 12 orang di wilayah Vietnam.

Tulisan ini dimaksud untuk menjelaskan kepada konsumen tentang aktivitas ekonomi unggas Nasional dan posisi kondisi daging ayam dari dalam negeri lebih terjamin dari bahaya virus H5N1 sehingga lebih aman dikonsumsi, sekaligus agar usaha peternakan rakyat tetap dipertahankan dan dapat berjalan agar masyarakat tetap dapat mengkonsumsi dengan aman serta harga daging unggas yang terjangkau.


Bagi Pemerintah, harus lebih waspada serta mengantisipasi masuknya daging beku asal Thailand dan Vietnam serta Malaysia. Antisipasinya adalah mengeluarkan segera pelarangan impor produk unggas asal negara Thailand, Vietnam dan Malaysia serta mensosialisasikannya secara luas kepada masyarakat serta tidak ada lagi PMA yang dapat melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang ada di Indonesia. (♫♫♫)


Kemanakah Dana

Penanggulangan Flu-Burung Rp. 200,- Milyar ?


Membaca Surat Pembaca pada Ahad 27 Februari 2005 di HU “Pikiran Rakyat” tentang Flu-Burung di Jawa Barat, perlu kami beri tahukan kepada Sdr. Drh. H. Musny Suatmodjo sebagai pemangku Kepala Subdinas Kesehatan Hewan Dinas Peternakan & Perikanan Propinsi Jawa Barat, bahwa selama ini pemberitaan mengenai Flu-Burung telah sering muncul pada berbagai majalah perunggasan sebelum pemberitaan oleh PPUI. Artinya informasi mengenai Flu-Burung tahap kedua yang telah berada pada situasi awal endemis, telah lama diketahui oleh masing-masing Dinas Peternakan khususnya Jawa Barat. Karena tindakan reaktif dan cepat dari Dinas Peternakan Jawa Barat belum terlihat untuk mengamankan kesehatan hewan dimasyarakat, maka kepedulian kami dari PPUI kepada masyarakat serta membantu instansi-instansi terkait adalah memberitakan melalui media massa sesuai dengan kehendak aspirasi tentang keterbukaan dan transparansi informasi.

Penjelasan yang diberikan Sdr. Drh. H. Musny Suatmodjo sebagai Kepala Sudinas, mengenai Flu-Burung tentang posisi penularan kepada manusia, wabah, Low-pathogenic, mutasi gen virus AI, masih dalam tahap wacana yang dijelaskan dan dikatakan dalam serba mungkin. Terlihatlah disini bahwa Dinas Peternakan sebagai instansi pemerintah digaji oleh uang rakyat yang diharapkan oleh masyarakat untuk dapat mengatasi berbagai persoalan teknis peternakan tertuang dalam misi UU No.6/1967, tidak berfungsi dan eksis sebagaimana yang diamanatkan oleh UU.

Penjelasan tentang masuknya Hatching Egg (HE) yang berasal dari negara yang telah mewabah Flu-Burung, malah dikatakan bahwa penularan lewat telur tetas maupun kerabang adalah sangat kecil dan sama sekali tidak ada kemungkinan infeksi. Artinya HE yang diimpor oleh perusahaan PMA dari negara mewabah Malaysia, Thailand, adalah aman dan tidak ada masalah. Dimanakah posisi Dinas Peternakan ? Apakah berpihak pada rakyat banyak atau segelintir perusahaan PMA berduit ? Padahal dalam UU No.6/1967 pada Pasal 20 dan Pasal 21 menyatakan sangat jelas tentang penolakan dan pengawasan masuknya suatu penyakit kedalam wilayah Republik Indonesia. Bandingkan dengan penolakan Indonesia untuk impor jagung dari wilayah Amerika (2001) karena adanya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), artinya produk yang hubungannya begitu jauh dengan hewan-besar, yang diimpor dari negara yang mewabah penyakit, tetap dilarang masuk. Apalagi korelasi yang sangat dekat antara induk ayam berpenyakit Flu-Burung dengan telur HE-nya.

Melalui media ini, PPUI mempertanyakan kualitas vaksin AI yang berasal dari Pemerintah melalui Dinas Peternakan karena pada beberapa kasus AI di beberapa daerah, banyak vaksin yang gagal sehingga menimbulkan tingkat kematian dan kerugian yang besar diderita oleh peternak rakyat. Berdasarkan kinerja Pemerintah dengan kenyataan ini, PPUI mempertanyakan khususnya porsi dana kepada Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat umumnya Direktorat Bina Produksi Peternakan Deptan-RI sudah sampai berapa besar efektifitas dan efisiensi penggunaan dana penanggulangan wabah tanggap darurat Flu-Burung sebesar Rp. 200,- Milyar ?(APBN TA.2004) Agar tidak terjadi penafsiran masyarakat yang negatif kepada aparat pelaksana Pemerintah, pertanggungan-jawab realisasi dana sebesar itu, harus segera di-audit secara baik dan benar serta hasil pemeriksaannya diumumkan kepada masyarakat peternakan. (♫♫♫)

Renungan :

“Melakukan Mega Korupsi sama dengan Pembantaian Massal”


UKM-IKM Perunggasan Yang Hanya Berpikir Teknis Usaha

Ibarat Satwa di Hutan Yang Asyik Dengan Makanannya


Banyak peternak kita yang berasal dari peternakan rakyat apakah pada tingkat usaha kecil, menengah dan atas, selalu sibuk atau asyik-maksyuk dengan teknis usahanya yang hanya berkutat pada jadwal sanitasi, DOC & Pakan, Obat apa yang masuk, tawar-menawar harga, teknis pemeliharaan/budidaya kemudian periode panen kembali disibukkan dengan tawar-menawar lagi dengan para pemotong-pembeli (RPA). Begitu juga Industri Kecil Menengah (IKM) perunggasan baik Breedingfarm maupun Feedmill. Dalam situasi kehidupan berekonomi saat ini di Indonesia, kita tidak dapat hanya semata mengandalkan kepada mekanisasi pasar. Mekanisasi pasar yang terjadi selama ini, tidak dalam kondisi persaingan sehat dan mekanisasi pasar yang dikendalikan berdasarkan undang-undang dan aturan yang ada. Malah aturan yang ada dapat direkayasa sesuai dengan selera pihak/kelompok usaha tertentu untuk kepentingan jangka pendek dan panjang dari grand design usaha yang mereka akan lakukan diwilayah Indonesia. Oleh karena itu, mekanisasi pasar yang ada di Indonesia saat ini ibarat hutan belantara dimana yang kuat selalu menentukan atau yang kuat selalu memakan yang lemah. Sektor usaha perunggasan kita sampai saat ini masih dijalankan dengan cara masih berjalannya pelanggaran ekonomi unggas dengan bentuk Monopoli dan Kartel (Pelanggaran terhadap UU No.5/1999 tentang “Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat“). Dalam kondisi seperti ini, usaha yang berskala kecil hanya sebagai alat permainan dan pemerasan yang dijadikan sebagai bumper politik ekonomi apabila usaha mereka dalam kondisi tidak kondusif. Sebagai contoh, disaat kandang komersial mereka penuh, output produk dari Breedingfarm mereka dijual kepada peternakan rakyat. Disaat harga ayam panen mahal dikandang peternak rakyat, mereka menaikkan harga DOC dan Pakan dengan alasan klasik harga bahan baku naik atau nilai kurs Rupiah terhadap Dollar naik. Disaat harga ayam panen jatuh (murah) mereka beli sebanyaknya dan dimasukkan ke Coldstorage yang karkas bersihnya akan dijual disaat harga daging ayam kembali mahal dikonsumen. Tidak diketahuinya data akurat mengenai output produk DOC dari para breedingfarm, membuat rekayasa kejahatan ekonomi unggas yang mereka lakukan menjadi mudah dan sangat rentan dan bahaya bagi kelangsungan usaha peternakan rakyat. Sangat disayangkan instansi yang dibayar dengan uang rakyat Dirjen Bina Produksi Peternakan yang seharusnya bekerja untuk rakyat sebagai pengawas dan perencana serta penegakan hukum dalam aturan mekanisasi usaha perunggasan, tidak memiliki data populasi GPS dan PS serta FS secara akurat. Bagaimana Pemerintah dapat membuat perencanaan yang akurat tentang perunggasan Nasional untuk rakyatnya kalau data yang akurat saja mereka tidak punya ?

Bagi peternak rakyat dalam sekala usaha kecil, menengah dan besar yang hanya berkutat semata dalam masalah teknis usaha,, layaknya seperti hewan dihutan yang makan makanan diareal tertentu saja karena makanan masih ada. Disaat diareal itu makanan sudah tidak ada lagi, barulah hewan tersebut berniat keluar dalam areal itu, disaat sihewan menuju keluar areal makannya, ditemukannya lahan makan disekelilingnya sudah dipagar orang. Sungguh mengenaskan nasib peternak model seperti ini.

Oleh karena itu, sudah saatnya semua peternak rakyat bersatu kembali dalam wadah satu fisi dan misi untuk mem-perjuangkan nasib dan masa depan usaha budidaya peternakan rakyat. Selayaknya saat ini organisasi peternak rakyat yang dahulu direkayasa perusahaan PMA dan PMDN untuk memecah-belah perjuangan peternakan rakyat melakukan introspeksi dan kembali kejalan yang benar dalam memperjuangkan nasib peternak rakyat. (♫♫♫)

Penguasaan Pangsa Pasar Unggas Nasional :

Jenis Usaha

Breeding Farm (%)

Feed Mill (%)

BudidayaKomersial

1. PMA Integrated

± 70

± 60

± 60

2. PMA&PMDN Non

± 30

± 40

± 30

3. Peterrnak Rakyat

-

-

± 10

Dari aneka sumber PPUI & diolah.


Dengan menguasai BF ± 70% upaya kuat untuk mengubah UU No.6/1967 adalah untuk legalisasi penguasaan pangsa pasar Nasional serta legalisasi kejahatan yang selama ini dilakukan yaitu Kartel dan Monopoli usaha yang didiamkan Pemerintah.(000)

1 komentar:

  1. Terima kasih atas informasinya dari PPUI kami berharap apa yang dituliskan mendapat perhatian dari Pemerintah.

    BalasHapus

Tuliskan komentar anda