Info diinginkan :

Senin, 27 April 2009

Politik Kotor Dalam Ekonomi Unggas

My tit
UU Peternakan yang Belum Mampu Dijalankan Selama ini
Kenapa harus diubah ?

Membaca dan memahami UU No.6 Tahun 1967 sebanyak 27 Pasal 9 Bab, diantaranya bunyi Pasal 2 adalah, “ Dibidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan diadakan perombakan dan pembangunan-pembangunan dengan tujuan utama penambahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil merata dan cukup”. Selanjutnya pada Bab II Pasal 8 Tujan peternakan “ Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk : c. mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”. Kemudian pada Pasal 10 tentang Peternakan Rakyat ayat (1) Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menye-lenggarakan peternakan.

Melihat kenyataan perunggasan Nasional sejak Tahun 1979 sampai sekarang ini, sangat banyak pihak swasta perusahaan besar PMA dan Pemerintah melanggar Pasal-pasal didalam UU No.6/1967. Peternakan rakyat semakin lama semakin sangat berkurang dan bahkan nyaris hilang, apalagi dengan upaya mempertinggi taraf hidup bagi rakyat petani peternak adalah semakin jauh saja.
Kita berharap dan beranggapan selama ini, dengan masuknya investasi asing dibidang peternakan unggas, akan terjadi perkembangan dan pertumbuhan usaha rakyat untuk mempertinggi taraf hidup rakyat, sesuai dengan bunyi Pasal 2 yang menyatakan pembangunan peternakan di Indonesia harus diselenggarakan secara adil dan merata, tidak saling melakukan pemerasan seseorang terhadap orang lain (Pasal 5). Malah kenyataannya adalah sebaliknya dan terlihat nyata pihak Pemerintah tidak tanggap terhadap permasalahan matinya usaha peternakan rakyat selama ini.



Kenaikan/penurunan yang tajam harga bibit DOC yang mendadak dan serentak disemua Breeding Farm (BF) begitu juga dengan kenaikan/penurunan harga Pakan disemua Perusahaan Makanan Ternak (PMT) tanpa melalui upaya musyawarah terlebih dahulu dengan pelaku unggas terkait, bentuk kejahatan ekonomi seperti apakah ini ? Tidakkah ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Pasal 5 tersebut ? Masuknya para perusahaan PMA kedalam usaha budidaya komersial sehingga menggusur usaha budidaya rakyat adalah juga merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap Pasal 8 UU No.6/1967. Selama ini Pemerintah belum menjalankan UU No.6/1967 ini secara benar dan konsekwen. Hal ini terbukti dengan semakin terpuruknya usaha budidaya peternakan unggas yang dilakukan oleh rakyat dan kondisi inilah yang memicu permasalahan perunggasan Nasional selama ini.

Satu-satunya produk hukum yang tertinggi pada peternakan dan kesehatan hewan saat ini adalah UU No.6/1967 yang selama ini belum digunakan apalagi menjadi acuan Pemerintah dalam terapan untuk mengatur dan menyelenggarakan peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia. Suatu bukti nyata bagaimana lambannya Pemerintah dalam menghadapi serangan Avian Influenza (AI) yang kita kenal dengan Flu Burung. Dan terkesan menutup-nutupi kenyataan AI yang sudah merambah dan mewabah.Terjadinya wabah AI di Vietnam dan Thailand, seharusnya Pemerintah Indonesia mewaspadai dan mensosialisasikan upaya pencegahan serta melakukan upaya-upaya preventif didalam negeri agar dapat menghalau lebih dini wabah AI termasuk kebijakan mengenai vasinasi AI.
Begitu juga dahulu mengenai kasus Antrax yang diawali dari Burung Unta karena masuknya Burung Unta ke Indonesia tidak melalui pemeriksaan karantina yang benar dan baik. Tidakkah ini semua sebagai bentuk pelecehan terhadap UU No.6/1987 yang dilakukan oleh Pemerintah cq. Ditjen Bina Pronak Departemen Pertanian ?

Melalui jalan panjang yang diawali pada Tahun 1972 sudah ada upaya untuk melakukan penyempurnaan terhadap UU No.6/1967 ini oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan hasilnya tidak diketahui. Baru setelah 22 Tahun kemudian tepatnya tanggal 6 Juli 1994 upaya penyempurnaan UU tersebut dimulai lagi dengan pembentukan Tim Penyusun Naskah Akademis Penyempurnaan UU No. 6/1967 dengan dasar SK Menteri Pertanian RI No. 524/Kpts/KP.150/7/1994. Lantas melalui inventarisasi dari berbagai peraturan terkait, diskusi dengan pejabat dari berbagai daerah, lalu seminar yang melibatkan perguaruan tinggi, lembaga penelitian, asosiasi, himpunan profesi dan lain-lain Tim tersebut berhasil menyusun Naskah Akademis tersebut. Berdasarkan naskah ini, setahun kemudian, rancangan UU pengganti UU No.6/1967 disusun oleh Tim yang dibentuk lagi berdasarkan penerbitan kembali SK Mentan RI No.480/Kpts/KP.150/7/1995. sehingga dapat diterbitkan pada tahun 1996 Draft RUU tentang kehewanan yang terdiri atas 11 Bab dan 79 s/d 95 Pasal dan sudah didaftarkan pada Sekretariat Negara. Setelah 6 tahun kemudian, tepatnya tanggal 23-24 Oktober 2002 di Hotel Safari Cisarua diadakan Lokakarya pambahasan RUU tentang Kehewanan, dalam lokakarya tersebut disepakati RUU Kehewanan diganti menjadi RUU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Setahun kemudian, dalam rangka menampung aspirasi dan mencari masukan sebanyak-banyaknya dalam penyusunan RUU yang baru, diadakanlah lokakarya lagi di Yogyakarta tanggal 31 Januari 2003 yang dilaksanakan oleh Fakultas Peternakan IPB, UGM dan UNIBRAW bekerjasama dengan Pengurus besar Ikatan sarjana Peternakan Indonesia (PB-ISPI) yang dihadiri oleh berbagai perguruan tinggi, asosiasi,praktisi, mahasiswa. Setelah itu, sedikitnya sudah berlangsung 19 kali pertemuan pembahasan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang difasilitator oleh Ditjen Bina Pronak Departemen Pertanian.

Memperhatikan serta melihat gerakan jalan panjang untuk mengubah UU Peternakan, sehingga menjadi RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, terlihat nyata disini, yang menginginkan perubahan UU tersebut adalah masyarakat perguruan tinggi peternakan dan lembaga penelitian serta Ditjen Bina Pronak Departemen Pertanian yang dikompori dan disponsori serta difasilitator dibelakangnya dengan dana yang cukup besar oleh para perusahaan besar PMA dibidang perunggasan. Masyarakat praktisi usaha perunggasan terutama disektor budidaya, tidak sama sekali menginginkan perubahan UU No.6/1967 tersebut. Hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu permohonan dari berbagai asosiasi perunggasan maupun dari asosiasi hewan besar untuk mengganti UU No.6/1967 tersebut. Hal yang sangat lucu, adalah yang paling bersemangat dan bernafsu serta heroik untuk melakukan perubahan UU No.6/1967 ini adalah Perguruan Tinggi Peternakan seperti IPB, UGM, UNIBRAW, UNRAM dan Lembaga Penelitian. Mereka ini adalah SDM teoriwan yang belum menghayati dan menyelami permasalahan nyata dan rinci tentang usaha ekonomi peternakan Nasional terutama disektor perunggasan dan hewan besar. Bagaimana mungkin dapat dihasilkan RUU yang bersifat adil serta mampu mengadopsi aneka permasalahan sosial ekonomi peternakan itu sendiri kalau pelaksana RUU-nya tidak menguasai permasalahan dilapangan yang seobjektif mungkin. Tidak mungkin bisa didapat suatu hasil RUU yang baik serta mencakup kepentingan semua pihak hanya melalui mekanisme Lokakarya dan Seminar serta pertemuan-pertemuan sepihak. Untuk mendapatkan RUU yang baik, harus melibatkan semua pihak dan yang berperan adalah SDM yang sangat menguasai materi permasalahan peternakan Nasional serta para praktisi dan para ahli dibidang peternakan.

Seperti upaya menerbitkan Keppres yang sangat kontroversial, Pemerintah telah menerbitkan keputusan tentang pencadangan UKM melalui Keppres No.127/2001 tertanggal 14 Desember 2001. Isi pencadangan tersebut mengandung nilai yang sangat merugikan bagi sektor peternakan terutama bagi peternakan ayam ras rakyat yang selama ini sudah berjalan sejak tahun 1970 s/d saat ini.
Pemerintah sangat banyak mengeluarkan dana, tenaga yang selama ini ditujukan untuk memberdayakan dan mensosialisasikan peternakan ayam ras (melalui Bimas/Inmas ayam ras) serta membenahi dan mensolusi permasalahan yang terjadi didalam usaha perunggasan ayam ras ini. Selanjutnya hasil yang telah di serap masyarakat dalam bentuk pengetahuan budidaya ayam ras akan menjadi sia-sia, begitu juga dengan investasi yang telah terjadi selama ini dikalangan peternakan rakyat.
Sia-sialah jerih-payah yang selama ini difokuskan kepada ayam ras tiba-tiba Pemerintah menggantikannya dengan ayam buras (ayam kampung) untuk peternakan rakyat (UKM).
Keunggulan ayam ras jika dibandingkan dengan ayam buras (kampung) adalah :
1. Produktifitasnya yang sangat tinggi.
2. Jangka waktu panen (Broiler) yang sangat cepat (32 Hari) begitu juga layer.
3. Harga hasil panen yang sangat kompetitif.

Berdasarkan keunggulan ini, sebenarnya Pemerintah harus memperioritaskan dan mencadangkan usaha ayam ras ini untuk usaha peternakan rakyat. Hal ini sangat rasional karena dengan produktifitas yang tinggi serta periode panen yang singkat, akan sangat andal untuk percepatan peningkatan pendapatan masyarakat banyak dalam hal ini peternakan rakyat.
Apabila Pemerintah tidak secepatnya merevisi Keppres No.127/2001 yang bermasalah ini, terutama dalam pencantuman "Pencadangan Usaha kecil peternakan rakyat adalah ayam Buras" diganti menjadi “ayam ras” artinya adalah selama ini Pemerintah tidak mengerti terhadap permasalahan rakyatnya dan kerugian material dan immaterial dalam perunggasan Nasional semakin membesar saja. Dalam hal ini Pemerintah berpola pikir mundur dan memperlambat serta menghilangkan tingkat pendapatan masyarakat banyak, masukan dari Ditjen Bina Pronak Deptan kepada Deperindag sangat tidak berpihak kepada rakyat. Tidakkah ini merupakan pelanggaran terhadap UU No.6/1967 ? yang jelas-jelas mematikan usaha peternakan rakyat ayam ras yang sudah sangat lama digeluti ? Para dosen dan mahasiswa peternakan serta para ahli di balai penelitian, dalam hal ini semuanya diam dan tidak ada yang mampu mencuatkan pemikirannya yang bersih, netral dan merakyat untuk mengkritisi Keppres No.127/2001 ini yang nyata menyingkirkan usaha ekonomi rakyat yang telah berjalan. Ada apa dengan mereka ?

Diperlukan kebijakan dan kesepakatan dari semua pihak dalam perunggasan Nasional untuk dapat membenahi usaha perunggasan Nasional dan peternak rakyat kearah suasana usaha yang kondusif. Agar terjadi sinkronisasi Aturan UU, PP dan Keppres, Lalu Pemerintah secepatnya merevisi Keppres No.127/2001. Setelah dapat direvisi, barulah ditebitkan segera Keppres baru dalam perunggasan Nasional yang telah selesai draft finalnya oleh Tim Pokja Perunggasan Nasional Juli 1998 yang lalu.

Kita ketahui bersama, bahwa potensi ayam ras Nasional cukup besar terutama :
- Potensi Pasar Indonesia adalah No.4 terbesar di dunia.
- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,2 - 1,5 Juta Ton/Tahun ; ± 800 ribu Ton telur/Tahun.
- Kebutuhan DOC ± 1,2 -1,5 Milyar ekor/Tahun.
- Kebutuhan Pakan ± 5,5 - 6 Juta Ton/Tahun.
- Perputaran uang di usaha unggas Nasional ± Rp. 100 Trilliun/Tahun.
- Dapat menyerap kesempatan usaha bagi ± 24.000 alumni Fapet & FKH.
- Lapangan pekerjaan ± 2,5 Juta orang tenaga kerja di sektor usaha perunggasan.

Potensi yang besar ini, bagi Pemerintah sangat berpeluang untuk dapat melakukan percepatan pendapatan masyarakat dengan melibatkan rakyat sebanyak-banyaknya disektor peternakan unggas ayam ras. Oleh karena itu UU No.6/1967 yang masih relevan ini sudah mencantumkan kepentingan rakyat banyak untuk terlibat dalam disektor ekonomi peternakan dan sudah merupakan hak patent bagi masyarakat banyak yang telah tertuang dalam bentuk UU No.6/1967.

Dalam hal keselarasan UU dengan perkembangan teknologi, setelah dibaca dan dipahami secara keseluruhan, UU No.6/1967 adalah masih sangat relevan, begitu juga dengan permasalahan dalam kosa katanya hanya tinggal masalah teknis saja. Bagi peternakan rakyat, sangat siap untuk mengadopsi kemungkinan perubahan dalam teknologi tidak ada permasalahan dalam hal ini. Kebanyakan dari pelaku peternakan rakyat saat ini adalah terdiri dari para alumni perguruan tinggi peternakan dan minimal dari sekolah tingkat menengah.

Selama ini kami memperhatikan pelaksanaan lokakarya maupun seminar yang dilakukan oleh perguruan tinggi peternakan terhadap RUU ini, tidak transparan termasuk naskah RUU-nya yang tidak disosialisasikan kepada para pelaku peternakan di Indonesia. Kami dari PPUI (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia) yang telah lama berkecimpung didalam praktek budidaya serta permasalahan nyata dan rinci tentang sosial ekonomi perunggasan Nasional, belum pernah mendapatkan naskah RUU tersebut apalagi diundang didalam banyak pertemuan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini pasti menimbulkan tanda tanya bagi kami peternak rakyat, ada apa dibalik proses pembuatan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini ? Apakah untuk memuluskan kehendak dan selera murahan segelintir para perusahaan PMA perunggasan untuk melindungi serta melegalisir pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi yang selama ini mereka lakukan ?

Inti sari dan filosofi RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini hendaknya tetap konsisten untuk kepentingan masyarakat banyak dalam rangka meningkatkan kesempatan berusaha, ekspor dan kesejahteraan rakyat secara adil dan jauh kedepan serta mempertahankan yang tidak bisa ditawar-tawar adalah dalam UU No.6/1967, Pasal 10 tentang Peternakan Rakyat ayat (1) Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan. Serta Bab II Pasal 8 Tujan peternakan “ Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk : butir c. mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak” dan pasal-pasal ini merupakan amanat didalam UUD 1945 dan merupakan hak patennya usaha rakyat. Dalam kata lain, PPUI menghendaki UU No.6/1967 jangan dahulu dirubah, tapi hanya direvisi saja dengan memperluas cakupan wawasan dan materinya sehingga lebih memperjelas dan mempertajam cakupan sasaran UU tersebut.

Potensi pasar Dalam Negeri yang cukup besar ini, harus memberikan dampak peluang usaha sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak sesuai dengan misi UU No. 6/1967. Oleh karena itu, para pelaku perunggasan Nasional bersama Pemerintah bersegera merubah pola pikir dan pola tindak kearah pemberdayaan masyarakat ini.

Kemampuan melaksanaknan UU secara berkeadilan, benar dan konsekwen dari Pemerintah serta kondusif bagi kebersamaan dan pemerataan kesempatan bekerja bagi masyarakat banyak perlu ditingkatkan. Praktek usaha secara Kartel & Monopoli selama ini, harus segera dihilangkan dengan melaksanakan UU & Ketentuan yang berlaku dalam perunggasan secara benar dan konsekwen. Hal ini akan memicu dinamisasi ekonomi disektor ril (Peternakan Unggas) sehingga daya beli masyarakat secara bertahap dapat meningkat.

Budidaya ayam ras merupakan bidang usaha yang sangat sesuai bagi masyarakat banyak.Kalau budidaya ayam ras diperuntuk-kan bagi masyarakat banyak, dan pasar Dalam Negeri adalah merupakan sasarannya, argumentasi Pemerintah akan sangat kuat untuk dapat menangkal importasi daging unggas (sektor usaha perunggasan banyak melibatkan hajat hidup rakyat Indonesia).
Rasionalisasi harga yang dapat kita lakukan agar kompetitif, yang ditambah dengan kemampuan para peternak menguasai manajemen produksi yang efisien, maka paternak rakyat semakin tangguh dalam menghadapi kompetisi usaha perunggasan Internasional.

Harapan dari peternak rakyat untuk mensolusi sektor perunggasan ayam ras adalah :

1. Ketentuan UU No. 6/1967 masih sangat relevan dengan kondisi perunggasan saat ini, karena UU ini lebih menekankan :
- Tentang memberi peluang pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat,
- Memiliki muatan misi mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”,
- Kecukupan gizi bagi masyarakat yang higienis, halal dan harga terjangkau/kompetitif,
- Expor.

2. Ketentuan UU No. 5/1999 Tentang Persaingan Usaha secara Sehat, agar dapat ditegakkan & dijalankan secara benar.

3. Keppres No.22/1990 yang telah dicabut, harus segera diterbitkan Keppres pengganti yang telah selesai dibuat Draft finalnya oleh Tim Pokja Perunggasan Nasional pada bulan Juli-Agustus 1998 yang lalu tinggal ditanda tangani oleh Presiden. Tidak adanya Keppres dalam usaha perunggasan saat ini, otomatis usaha perunggasan kembali kepada UU No.6/1967 artinya
Kemitraan dengan peternak rakyat yang selama ini ada merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap UU No.6/1967.

4. Keppres No.127/2001 tanggal 14 Desember 2001 Tentang Pencadangan Bidang Usaha Kecil pada Sektor Pertanian, hanya untuk peternakan ayam buras saja, tapi usaha Peternakan Ayam Ras yang telah berpotensi dan padat karya harus dimasukkan dengan mengganti “ayam buras” menjadi “ayam ras”. (Keppres No.127/2001 harus segera direvisi)

Untuk memperbaiki masa depan kita yang lebih baik, PPUI menghendaki semua pihak yang terlibat dalam wilayah usaha peternakan, waspadalah !!!!!, terhadap pihak asing yang telah mempengaruhi secara materi serta memasukkan pola pikirnya yang tidak merakyat, kedalam memori para penentu kebijakan kita baik di Pemerintahan,swasta maupun di perguruan tinggi mengenai konsep Globalisasi yang salah kaprah demi kepentingan keamanan investasi mereka dan sangat jelas akan menyingkirkan peran serta masyarakat banyak sebagai akibat tidak adanya lagi proteksi dibidang pertanian maupun peternakan. Kita harus segera melakukan percepatan kesiapan daya tahan ekonomi Nasional untuk menghadapi perdagangan bebas kedepan yang melibatkan peluang dan kesempatan masyarakat banyak. Pola pikir serta pola tindak untuk kebersamaan peningkatan kesejahteraan bagi semua rakyat Indonesia sangat diutamakan. Apabila ini tidak diwaspadai, akan terjadi suatu gejolak yang lebih parah lagi dikemudian hari yang akan menghilangkan sinergi potensi bangsa Indonesia yang telah lama ada. (000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda