Info diinginkan :

Selasa, 15 September 2009

Konspirasi Kuasai Pangsa Pasar Indonesia Rp.120 T


My titl
KONSPIRASI jahat KAPITALIS ASING
PADA SEKTOR USAHA PERUNGGASAN INDONESIA

Untuk bahan masukan & renungan MARKPLUS – herman Kartajaya – cq. Tulisan KOMPAS

Sejak terbentuknya UU No.6 Tahun 1967, usaha perunggasan Indonesia telah memasuki tahap awal pertumbuhan yang ditunjukkan dengan besarnya perputaran uang pada usaha di sektor ini. Jerih-payah Pemerintah untuk men-sosialisasikan ayam-ras dimasyarakat agar mau memakan daging dan telur ayam-ras serta mau membudidayakan ayam-ras untuk pendapatan tambahan masyarakat adalah sangat berhasil dan telah menyerap tenaga dan dana triliunan rupiah untuk membiayai program sosialisasi budidaya ayam-ras dengan nama program Inmas-Bimas Perunggasan pada periode itu.

Pada periode Inmas-Bimas Perunggasan dengan pengorbanan Triliunan rupiah, Pemerintah telah memprogram bidang-bidang usaha bagi masyarakat yaitu sektor hulu dengan pabrik Pakan (Feedmill) dan Pembibitan (Breeding Farm) dapat dikelola oleh swasta baik untuk PMA maupun PMDN. Sedangkan sektor hilir untuk budidaya, pemotongan sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat peternak dan pemasarannya adalah pasar-pasar tradisional didalam negeri. Periode awal pertumbuhan yang dapat disebut periode emas perunggasan Nasional, telah merambah kemasyarakat sehingga menjadi usaha sampingan/utama yang sangat diminati masyarakat. Pada saat itu lahirlah wadah asosiasi peternakan rakyat dengan nama Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) pada tanggal 11 Januari 1970.



Periode sampai dengan Tahun 1980-an dimana berlakunya Keppres No.50 Tahun 1981 sampai dengan Tahun 1985 adalah merupakan periode puncak kemampuan kandang budidaya-komersial peternakan-rakyat yang dapat mensuplai kebutuhan protein hewani asal unggas untuk kebutuhan Nasional. Pada saat itu, perputaran uang dalam bisnis perunggasan Nasional telah mencapai ±Rp. 10 Triliun per Tahun (suatu jumlah yang cukup besar pada saat itu). Periode tahun 1985 sampai dengan tahun 1990 pertumbuhan kebutuhan protein hewani unggas ras ini meningkat terus sehingga dapat mencapai perputaran uang ±Rp. 20 Triliun per Tahun. Pada periode inilah perusahaan PMA mulai memaksakan diri memasuki lahan usaha budidaya peternakan rakyat dengan cara mereka membentuk dan membuat perusahaan-perusahaan dibidang perunggasan berstatus PMDN. Kemudian Breeding Farm (BF) mereka mengeluarkan DOC (Day Old Chick) secara berlebihan dengan target terjadinya over-suplai di peternak rakyat dan itu terjadi sehingga terjadi permasalahan dan benturan peternakan-rakyat dengan

Pemerintah. Selanjutnya untuk memuluskan rencana mereka (PMA) memasuki lahan usaha peternakan rakyat, melalui tokoh perusahaan PMDN dipengaruhilah banyak oknum pejabat Pemerintah di Departemen Pertanian cq. Direktorat Peternakan pada saat itu untuk menggantikan Keppres No.50 Tahun 1981 dan diisukan adalah Keppres yang tidak aspiratif lagi melalui banyak Seminar oleh para pakar-sarjana yang dibayar oleh perusahaan PMA tersebut. Banyak para pakar peternakan saat itu tidak sadar bahwa dia telah menggunakan keahliannya untuk menghancurkan usaha rakyatnya sendiri turut serta bersama perusahaan PMA menggusur usaha budidaya peternakan rakyat. Penggusuran ini tentu saja melalui Keppres baru pengganti Keppres No.50 Tahun 1981 sehingga terbitlah Keppres No.22 Tahun 1990 yang isinya sudah dimasuki pemikiran dan kepentingan pihak asing melalui tangan para ahli dan pakar peternakan kita. Keppres No.22 Tahun 1990 berakhir pada bulan 23 Juni 2000 berdasarkan Keppres No.85 Tahun 2000. Pada saat itu yang terjadi adalah Intervensi serta pelanggaran terhadap peraturan Pemerintah dan UU yang dilakukan para perusahaan PMA & PMDN sekutu mereka sehingga posisi budidaya-komersial peternakan rakyat yang tadinya ± 90% kini hanya tinggal kurang dari ±10%-nya. Pada periode konspirasi mereka, perusahaan PMA mensponsori terbentuknya beberapa asosiasi perunggasan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), GAPPI (Gabungan Perusahaan Peternakan Indonesia) serta nama yang lainnya dan pengurus asosiasi bentukan PMA ini, didominasi oleh orang-orang mereka sehingga suara asosiasi memihak kepada kepentingan PMA. Pada periode 1985 sampai berlakunya Keppres No.22 Tahun 1990 hingga kini, PPUI sangat gencar menyuarakan kepentingan peternak-rakyat yang semakin hari semakin tidak diperhatikan dan dikerdilkan serta banyaknya oknum Pemerintah dan Legislatif saat itu yang memihak pada kepentingan PMA. Kentalnya keberihakan Pemerintah dan Legislatif saat itu, terlihat pada periode sejak bulan Desember 1997 terjadi dampak krisis ekonomi Nasional pada sektor perunggasan sehingga harga pokok usaha sangat tinggi karena harga pakan ternak yang sangat mahal, Pemerintah melalui beberapa kajian dengan semua pihak dalam sektor perunggasan, disepakatilah “Dana Crash Program Perunggasan” yang diperuntukkan bagi usaha peternakan-rakyat diantaranya adalah :
- Dana Crash Program Unggas = 150 Juta US $.
- Dana dari JAMSOSTEK = 300 Milyard Rupiah.
- Dana Subsidi Perunggasan = 1,9 Trilliun Rupiah.
- Dana KKPA Peternak Unggas = 300 Milyard Rupiah.

Apabila ditotal keseluruhannya berjumlah ±Rp. 4 Trilliun. Dari dana-dana ini, yang telah cair sejumlah Rp. 300 Milyard yang dialokasikan untuk mensubsidi import bahan baku Bungkil Kacang Kedelai (BKK) dan ternyata Subsidi ini juga telah diselewengkan oleh perusahaan PMA dan kasusnya saat ini sedang ditangani MABES POLRI dan KEJAKSAAN AGUNG RI. Serta masuk dalam program 100 hari “Kabinet Indonesia Bersatu”. Penyelewengan yang dilakukan perusahaan PMA ini adalah berupa :
1. Manipulasi harga pakan unggas melalui kurs impor BKK 1 $ =Rp. 5.000,-
2. Impor fiktif bahan baku pakan BKK.
3. Manipulasi PPn 10% atas penjualan harga pakan.

Nilai manipulasi harga pakan melalui import BKK diperhitungkan oleh Tim DITIII/Pidana Korupsi&WCC MABES POLRI sebesar Rp. 841 Milyar belum termasuk manipulasi PPn 10%. Dana program untuk perunggasan diatas, sebagian besar dapat diselamatkan serta distop penyalurannya karena PPUI pada saat itu sangat gencar pemberitaannya mengenai perekayasaan antara Dirjen Peternakan berkolusi dengan beberapa perusahaan PMA & PMDN unggas yang manipulatif dimedia massa dan DPR-RI serta memberi penjelasan kepada Bank Indonesia tentang konspirasi jahat yang akan mereka lakukan terhadap “Dana Crash Program Perunggasan” tersebut. Termasuk PPUI menjelaskan telah berjalannya praktek usaha secara Monopoli dan Kartel yang dilakukan oleh perusahaan PMA (pelanggaran UU No.5 Tahun 1999).

Tidak sampainya “Dana Crash Program Perunggasan” kepada peternak–rakyat, mengakibatkan banyak peternak yang usahanya gulung tikar. Konspirasi jahat yang dilakukan adalah mempengaruhi para oknum Pemerintah Departemen Pertanian dan Deparemen Perdagangan membuat Keppres No.127 Tahun 2001 tentang “Pencadangan Bidang Usaha Kecil” sektor usaha kecil budidaya ayam-ras tidak termasuk malah yang dimasukkan adalah ayam-buras. Artinya adalah peternakan-rakyat budidaya ayam-ras tidak mendapat perlindungan lagi. Hal ini merupakan konspirasi yang sangat gamblang untuk menghilangkan peranserta peternak-rakyat yang telah lama membesarkan potensi ekonomi perunggasan Nasional sehingga budidaya-komersial yang tadinya dikelola peternakan-rakyat sekarang sepenuhnya diambil alih oleh perusahaan PMA.

Sia-sialah jerih-payah yang selama ini difokuskan kepada ayam ras tiba-tiba Pemerintah menggantikannya dengan ayam buras (ayam kampung) untuk peternakan rakyat (UKM).
Keunggulan ayam ras jika dibandingkan dengan ayam buras (kampung) adalah :
1. Produktifitasnya yang sangat tinggi.
2. Jangka waktu panen (Broiler) yang sangat cepat (32 Hari) begitu juga layer.
3. Harga hasil panen yang sangat kompetitif.
Berdasarkan keunggulan ini, sebenarnya Pemerintah harus memperioritaskan dan mencadangkan usaha ayam ras ini untuk usaha peternakan rakyat. Hal ini sangat rasional karena dengan produktifitas yang tinggi serta periode panen yang singkat, akan sangat andal untuk percepatan peningkatan pendapatan masyarakat banyak dalam hal ini peternakan rakyat. Tidakkah ini merupakan pelanggaran terhadap UU No.6/1967 ? yang jelas-jelas mematikan usaha peternakan rakyat ayam ras yang sudah sangat lama digeluti ? Para dosen dan mahasiswa peternakan serta para ahli di balai penelitian, dalam hal ini semuanya diam dan tidak ada yang mampu mencuatkan pemikirannya yang bersih, netral dan merakyat untuk mengkritisi Keppres No.127/2001 ini yang nyata menyingkirkan usaha ekonomi rakyat yang telah berjalan. Ada apa dengan mereka ?

Diperlukan kebijakan dan kesepakatan dari semua pihak dalam perunggasan Nasional untuk dapat membenahi usaha perunggasan Nasional dan peternak rakyat kearah suasana usaha yang kondusif. Agar terjadi sinkronisasi Aturan UU, PP dan Keppres, Lalu Pemerintah secepatnya merevisi Keppres No.127/2001. Setelah dapat direvisi, barulah ditebitkan segera Keppres baru dalam perunggasan Nasional yang telah selesai draft finalnya oleh Tim Pokja Perunggasan Nasional Juli 1998 yang lalu.

Sejak bulan November 2001 s/d akhir Mei 2002 publikasi mengenai Chicken Leg Quarter (CLQ) dimedia massa sangat besar dan berlebihan sehingga menjadi opini Nasional. Dalam penilaian kita, energi perunggasan Nasional dan masyarakat konsumen terbuang percuma. Besarnya publikasi mengenai penolakan impor CLQ ini, melibatkan Menteri Pertanian RI dan Dirjen Bina Produksi Peternakan (Dirjen BPP), DPR-RI Komisi III yang dibiayai besar-besaran oleh para perusahaan kelompok Kartel & Monopoli perunggasan Nasional (GPPU + GAPPI + GPMT). Isu yang dipublikasikan dalam penolakan CLQ ini adalah demi mempertahankan usaha peternakan rakyat serta usaha kecil menengah (UKM), halalisasi, kesehatan dan bea masuk. Dilain pihak sebelum ribut CLQ bahwa peternakan rakyat dan UKM sektor perunggasan sebagian besar banyak yang mati usahanya dimulai sejak tahun 1981 s/d 1999 sebagai akibat adanya Kartel & Monopoli perunggasan Nasional oleh PMA & PMDN sekutunya. Dalam logika yang masih sehat, mungkinkah para perusahaan PMA ini mau membiayai penolakan CLQ secara besar-besaran kalau mereka tidak benar-benar sebagai pelaku Kartel & Monopoli didalam usaha perunggasan Nasional dan sebenarnya usaha merekalah yang paling terancam dan terdesak.

Suatu keanehan pemerintah kita dalam kasus CLQ ini, melalui Menteri Pertanian meminta untuk overall review perunggasan Paman Sam gara-gara CLQ yang 1,6% dari total kebutuhan daging ayam didalam negeri apa urusannya ? tidakkah kita lebih penting introspeksi untuk bersegera meng-overal review perunggasan kita yang Monopolistis & Kartelisasi dan memperkecil komponen impor bahan baku pakan agar terjadi peningkatan produktivitas dan kemampuan daya saing kita ?

Peternakan rakyat yang dibunuh usahanya oleh pelaku Kartel & Monopoli tidak sama sekali diperhatikan DPR-RI & Pemerintah, tapi CLQ yang jumlahnya kecil yang mengancam PMA & PMDN dibela mati-matian oleh Pemerintah cq. Menteri Pertanian dan Dirjen BPP begitu juga DPR-RI Komisi III. Para pejabat Pemerintah & DPR-RI Komisi III sangat tanggap dan bereaksi keras membela para perusahaan PMA dan malah berada digarda penolakan paling gigih dibarisan terdepan.

Ekspose pembelaan dan pemberdayaan Peternakan Rakyat dengan mendukung isu CLQ (Chicken Leg Quarter) impor, PPUI sangat mengetahui bahwa matinya usaha budidaya peternakan rakyat yang dimulai sejak Tahun 1990 adalah disebabkan adanya Kartel & Monopoli usaha yang dilakukan oleh perusahaan besar PMA & PMDN dalam perunggasan Nasional. Sehingga posisi penguasaan pangsa pasar Nasional menjadi 55% PMA, 35% PMDN (sebagian PMDN dimiliki PMA) dan Peternakan Rakyat tinggal kurang 10%. Dalam posisi seperti ini, yang menguasai daging dan telur unggas Nasional secara Kartel & Monopoli adalah PMA ± 60%. Posisi seperti ini sangat berbahaya karena yang akan diperas adalah konsumen daging-telur ayam dan terbukti saat itu harga karkas ayam bersih per Kg mencapai harga Rp. 15.000,-. Harga dikonsumen seperti ini, sangat mengundang masuknya daging ayam impor seperti CLQ. Pada saat itu, PPUI sangat kecewa terhadap kinerja instansi terkait yang sekarang disebut Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan yang tidak pernah menggubris protes PPUI terhadap adanya kejahatan ekonomi Unggas (Monopoli & Kartel Usaha) yang telah-lama mematikan usaha peternakan rakyat, maka isu dan impor daging ayam CLQ ini adalah sangat efektif untuk meng-counter para PMA & PMDN ini sehingga terhukum secara mekanisasi pasar dan terbukti harga karkas saat itu menjadi turun dikonsumen. Maksud PPUI dengan isu CLQ ini akan menurunkan juga harga DOC dan Pakan pada tingkat harga yang rasional. Fenomena CLQ kemarin adalah awal dari AFTA untuk introspeksi kepada usaha besar PMA didalam negeri agar bersaing secara sehat dan rasional dan merupakan bentuk perlawanan peternakan rakyat kepada perusahaan PMA yang melakukan usaha secara Monopoli. Perlawanan dan upaya PPUI tersebut belum bisa menyadarkan banyak oknum Pemerintah tentang perlunya penegakan dan pemberdayaan hukum. Walaupun PPUI telah menempuh upaya keras berupa :

1. Menegur Pemerintah cq. Menteri Pertanian dan Dirjen Bina Produksi Peternakan agar selalu menjalankan secara konsekwen aturan yang telah disepakati sehingga menjadi kondisi usaha yang berkeadilan. Upaya ini dilakukan PPUI dengan cara mendatangi langsung serta membawa argumentsi secara lisan & tertulis. Hal yang sama juga dilakukan kepada asosiasi atau instansi terkait lainnya.

2. Menyampaikan banyak aspirasi para peternak baik secara tulisan maupun lisan mengenai kondisi usahanya yang diterpurukkan oleh cara berusaha dengan Kartel dan Monopoli dari para perusahaan besar PMA & PMDN dalam usaha ekonomi unggas Nasional, kepada Badan Legislatif DPR-RI cq. Komisi III DPR-RI.

3. Melakukan upaya penegakan hukum dengan berusaha membongkar kasus penyelewengan Dana subsidi Import BKK melalui proses pelaporan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akan tetapi kandas karena persoalan moral penegak hukum di Jabar dan saat ini dalam tahap akhir di MABES POLRI dan PIDSUS pada Kejaksaan Agung di Jakarta.

4. Melakukan konsolidasi organisasi PPUI didaerah-daerah untuk dapat mewujudkan sinergi organisasi yang masih ada. Karena situasi makro usaha unggas yang tidak kondusif, para anggota peternak banyak yang mati usahanya dan beralih usaha pada bidang lainnya sehingga kosentrasi para anggota tidak/belum sepenuhnya tertuju pada organisasi PPUI. Dari lima butir diatas, para perusahaan intergrator baik PMA maupun PMDN dalam perunggasan Nasional merasa risih dengan adanya organisasi PPUI. Mereka melakukan juga upaya kontra dengan melakukan pemberitaan yang sepihak dan tidak berimbang diseluruh media cetak mereka seperti Majalah TROBOS (Comfeed Group), POULTRY INDONESIA (Pokphand Group) secara tersamar maupun langsung mendiskreditkan perjuangan PPUI tidak aspiratif lagi dan mereka mengunakan momen pendiskreditan dari mencuatnya persoalan importasi Chicken Leg Quarter (CLQ) asal Amerika. Berbagai pihak dari para peternak mandiri yang masih dangkal wawasan
serta fisi, diprovokasi dan dipengaruhi agar masing-masing daerah mendirikan organisasi perunggasan rakyat yang baru dan namanya mirip dengan nama PPUI. Ada upaya keras untuk pecah-belah peternakan rakyat.

Membaca dan memahami UU No.6 Tahun 1967 sebanyak 27 Pasal 9 Bab, diantaranya bunyi Pasal 2 adalah, “ Dibidang peternakan dan pemeliharaan kesehatan hewan diadakan perombakan dan pembangunan-pembangunan dengan tujuan utama penambahan produksi untuk meningkatkan taraf hidup peternak Indonesia untuk dapat memenuhi keperluan bahan makanan yang berasal dari ternak bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil merata dan cukup”. Selanjutnya pada Bab II Pasal 8 Tujan peternakan “ Peternakan diselenggarakan dengan tujuan untuk : c. mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”. Kemudian pada Pasal 10 tentang Peternakan Rakyat ayat (1) Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menye-lenggarakan peternakan.

Melihat kenyataan perunggasan Nasional sejak Tahun 1979 sampai sekarang ini, sangat banyak pihak swasta perusahaan besar PMA dan Pemerintah melanggar Pasal-pasal didalam UU No.6/1967. Peternakan rakyat semakin lama semakin sangat berkurang dan bahkan nyaris hilang, apalagi dengan upaya mempertinggi taraf hidup bagi rakyat petani peternak adalah semakin jauh saja.

Kita berharap dan beranggapan selama ini, dengan masuknya investasi asing dibidang peternakan unggas, akan terjadi perkembangan dan pertumbuhan usaha rakyat untuk mempertinggi taraf hidup rakyat, sesuai dengan bunyi Pasal 2 yang menyatakan pembangunan peternakan di Indonesia harus diselenggarakan secara adil dan merata, tidak saling melakukan pemerasan seseorang terhadap orang lain (Pasal 5). Malah kenyataannya adalah sebaliknya dan terlihat nyata pihak Pemerintah tidak tanggap terhadap permasalahan matinya usaha peternakan rakyat selama ini.

Kenaikan/penurunan yang tajam harga bibit DOC yang mendadak dan serentak disemua Breeding Farm (BF) begitu juga dengan kenaikan/penurunan harga Pakan disemua Perusahaan Makanan Ternak (PMT) tanpa melalui upaya musyawarah terlebih dahulu dengan pelaku unggas terkait, bentuk kejahatan ekonomi seperti apakah ini ? Tidakkah ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Pasal 5 tersebut ? Masuknya para perusahaan PMA kedalam usaha budidaya komersial sehingga menggusur usaha budidaya rakyat adalah juga merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap Pasal 8 UU No.6/1967. Selama ini Pemerintah belum menjalankan UU No.6/1967 ini secara benar dan konsekwen. Hal ini terbukti dengan semakin terpuruknya usaha budidaya peternakan unggas yang dilakukan oleh rakyat dan kondisi inilah yang memicu permasalahan perunggasan Nasional selama ini.

Memperhatikan serta melihat gerakan untuk mengubah UU Peternakan, sehingga menjadi RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, terlihat nyata disini, yang menginginkan perubahan UU tersebut adalah masyarakat perguruan tinggi peternakan dan lembaga penelitian serta Ditjen Bina Pronak Departemen Pertanian yang dikompori dan disponsori serta difasilitator dibelakangnya dengan dana yang cukup besar oleh para perusahaan besar PMA dibidang perunggasan. Masyarakat praktisi usaha perunggasan terutama disektor budidaya, tidak sama sekali menginginkan perubahan UU No.6/1967 tersebut. Hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu permohonan dari berbagai asosiasi perunggasan maupun dari asosiasi hewan besar untuk mengganti UU No.6/1967 tersebut. Hal yang sangat lucu, adalah yang paling bersemangat dan bernafsu serta heroik untuk melakukan perubahan UU No.6/1967 ini adalah Perguruan Tinggi Peternakan seperti IPB, UGM, UNIBRAW, UNRAM dan Lembaga Penelitian. Mereka ini adalah SDM teoriwan yang belum menghayati dan menyelami permasalahan nyata dan rinci tentang usaha ekonomi peternakan Nasional terutama disektor perunggasan dan hewan besar. Bagaimana mungkin dapat dihasilkan RUU yang bersifat adil serta mampu mengadopsi aneka permasalahan sosial ekonomi peternakan itu sendiri kalau pelaksana RUU-nya tidak menguasai permasalahan dilapangan yang seobjektif mungkin. Tidak mungkin bisa didapat suatu hasil RUU yang baik serta mencakup kepentingan semua pihak hanya melalui mekanisme Lokakarya dan Seminar serta pertemuan-pertemuan sepihak. Untuk mendapatkan RUU yang baik, harus melibatkan semua pihak dan yang berperan adalah SDM yang sangat menguasai materi permasalahan peternakan Nasional serta para praktisi dan para ahli dibidang peternakan.
Kita ketahui bersama, bahwa potensi ayam ras Nasional cukup besar terutama :
- Potensi Pasar Indonesia adalah No.4 terbesar di dunia.
- Kebutuhan Pasar Daging Unggas Nasional ± 1,2 - 1,5 Juta Ton/Tahun ; ± 800 ribu Ton telur /Tahun.
- Kebutuhan DOC ± 1,2 -1,5 Milyar ekor/Tahun.
- Kebutuhan Pakan ± 7 - 8 Juta Ton/Tahun.
- Perputaran uang di usaha unggas Nasional saat ini telah mencapai ± Rp. 55,5 Trilliun/Tahun.
- Dapat menyerap kesempatan usaha bagi ± 24.000 alumni Fapet & FKH.
- Lapangan pekerjaan ± 2,5 Juta orang tenaga kerja di sektor usaha perunggasan.

Potensi yang besar ini, bagi Pemerintah sangat berpeluang untuk dapat melakukan percepatan pendapatan masyarakat dengan melibatkan rakyat sebanyak-banyaknya disektor peternakan unggas ayam ras. Oleh karena itu UU No.6/1967 yang masih relevan ini sudah mencantumkan kepentingan rakyat banyak untuk terlibat dalam disektor ekonomi peternakan dan sudah merupakan hak patent bagi peternak-rakyat yang telah tertuang dalam bentuk UU No.6/1967.
Selama ini kami memperhatikan pelaksanaan lokakarya maupun seminar yang dilakukan oleh perguruan tinggi peternakan terhadap RUU ini, tidak transparan termasuk naskah RUU-nya yang tidak disosialisasikan kepada para pelaku peternakan di Indonesia. Kami dari PPUI (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia) yang telah lama berkecimpung didalam praktek budidaya serta permasalahan nyata dan rinci tentang sosial ekonomi perunggasan Nasional, belum pernah mendapatkan naskah RUU tersebut apalagi diundang didalam banyak pertemuan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini pasti menimbulkan tanda tanya bagi kami peternak rakyat, ada apa dibalik proses pembuatan RUU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ini ? Apakah untuk memuluskan kehendak dan selera murahan segelintir para perusahaan PMA perunggasan untuk melindungi serta melegalisir pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi yang selama ini mereka lakukan ? Inilah suatu bukti konspirasi yang dilakukan oleh pihak asing dalam potensi ekonomi unggas Nasional.

Harapan dari peternak rakyat untuk mensolusi sektor perunggasan ayam ras adalah :

1. Ketentuan UU No. 6/1967 masih sangat relevan dengan kondisi perunggasan saat ini, karena UU ini lebih menekankan :
- Tentang memberi peluang pembukaan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat,
- Memiliki muatan misi mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani peternak”,
- Kecukupan gizi bagi masyarakat yang higienis, halal dan harga terjangkau/kompetitif,
- Expor.

2. Ketentuan UU No. 5/1999 Tentang Persaingan Usaha secara Sehat, agar dapat ditegakkan & dijalankan secara benar dan konsekwen.

3. Keppres No.22/1990 yang telah dicabut, harus segera diterbitkan Keppres pengganti yang telah selesai dibuat Draft finalnya oleh Tim Pokja Perunggasan Nasional pada bulan Juli-Agustus 1998 yang lalu tinggal ditanda tangani oleh Presiden. Tidak adanya Keppres dalam usaha perunggasan saat ini, otomatis usaha perunggasan kembali kepada UU No.6/1967 artinya
Kemitraan dengan peternak rakyat yang selama ini ada merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap UU No.6/1967.

4. Keppres No.127/2001 tanggal 14 Desember 2001 Tentang Pencadangan Bidang Usaha Kecil pada Sektor Pertanian, hanya untuk peternakan ayam buras saja, tapi usaha Peternakan Ayam Ras yang telah berpotensi dan padat karya harus dimasukkan dengan mengganti “ayam buras” menjadi “ayam ras dan unggas buras lainnya”. (Keppres No.127/2001 harus segera direvisi)

5. Diperlukan kebijakan dan kesepakatan dari semua pihak dalam perunggasan Nasional yang dapat membenahi usaha perunggasan Nasional dan peternak rakyat kearah suasana usaha yang kondusif.

6. Penegakan hukum dan aturan didalam tataniaga usaha perunggasanNasional. Penyelewengan atas subsidi bagi peternak serta masih berjalannya praktek usaha yang monopolistik serta kartelisasi harus segera dikenakan sanksi atas pelanggaran hukum
pidana serta sanksi dari UU No.5/1999.

7. Potensi pasar Nasional harus dimanfaatkan sebesarnya oleh pelaku usaha didalam negeri dan pelaku usaha peternakan rakyat mengambil porsi usaha dibidang budidaya sebesar-besarnya dan Perusahaan Pabrikan mengambil porsi dibidang pembibitan
dan pakan serta budidaya daging/telur untuk ekspor.

8. Sangat diperlukan suatu segmentasi pasar baik didalam negeri maupun luar negeri sehingga pasar didalam negeri tidak menjadi ajang persaingan usaha yang negatif diantara pelaku bisnis unggas yang dapat memperlemah kekuatan ekonomi unggas didalam
negeri untuk menghadapi pasar bebas mendatang.

9. Sangat diperlukan sistem informasi perunggasan Nasional yang akurat sehingga dapat menjadi alat pensetabil, perencanaan serta menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan.

Untuk memperbaiki masa depan kita yang lebih baik, PPUI menghendaki semua pihak yang terlibat dalam wilayah usaha peternakan, waspadalah !!!!!, terhadap pihak asing yang telah mempengaruhi secara materi serta memasukkan pola pikirnya yang tidak merakyat, kedalam memori para penentu kebijakan kita baik di Pemerintahan,swasta maupun di perguruan tinggi mengenai konsep Globalisasi yang salah kaprah demi kepentingan keamanan investasi mereka dan sangat jelas akan menyingkirkan peran serta masyarakat banyak sebagai akibat tidak adanya lagi proteksi dibidang pertanian maupun peternakan. Kita harus segera melakukan percepatan kesiapan daya tahan ekonomi Nasional untuk menghadapi perdagangan bebas kedepan yang melibatkan peluang dan kesempatan masyarakat banyak. Pola pikir serta pola tindak untuk kebersamaan peningkatan kesejahteraan bagi semua rakyat Indonesia sangat diutamakan. Apabila ini tidak diwaspadai, akan terjadi suatu gejolak yang lebih parah lagi dikemudian hari yang akan menghilangkan sinergi potensi bangsa Indonesia yang telah lama ada. Bebaskan Indonesia dari penjajahan ekonomi bangsa asing.

Bandung, 26 Februari-Agustus 2009.
Dewan Pimpinan Pusat
Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (DPP-PPUI)

Ashwin Pulungan
Staff Ahli DPP-PPUI




Search Engine Submission - AddMe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda