Info diinginkan :

Sabtu, 16 Januari 2010

Kejahatan Monopoli & Kartel Masih Berlanjut


-->

-->
My title

Monopoli & Kartel Sektor Perunggasan

Masih Berlanjut Sampai Saat ini

Ditulis oleh : Ashwin Pulungan

Jakarta, 14 Januari 2010

Selama berjalannya ekonomi unggas Nasional terhitung sejak pada kisaran tahun 1972, sudah terjadi gonjang-ganjing usaha perunggasan menuju tahun-tahun selanjutnya dengan kualifikasi kejahatan ekonomi unggas yang terus meningkat. Yang sangat sering terjadi adalah harga bahan baku budidaya unggas seperti harga DOC yang naik diserta harga pakan yang juga naik disaat menjelang 30 hari akan panen, harga ayam panen dikandang peternak rakyat harganya jatuh antara BEP dan dibawah BEP sehingga peternak merugi. Pada periode budidaya selanjutnya, bisa terjadi harga DOC turun secara serempak disemua perusahaan BF (Breeding Farm) disertai harga pakan yang belum turun sehingga peternak rakyat mengurangi kapasitas kandang sesuai dengan kemampuan keuangannya. Pada saat panen, harga panen dikandang peternak selalu tidak dapat diprediksi tepat dan yang selalu terjadi adalah harga panen yang jatuh dan merugi. Hal in dapat terjadi karena tidak berfungsinya Departemen Pertanian bersama perangkat UU-nya yang tidak dijalankan oleh aparat pemerintah.



Ketika proses UU No.6 Tahun 1967 diganti dengan UU No.18 Tahun 2009, semua pilar peternakan di Indonesia serta para tokoh perunggasan kecuali PPUI (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia) mengatakan bahwa UU No.18 Tahun 2009 yang baru adalah sangat relevan dengan kondisi perubahan saat ini serta sangat aspiratif bagi peternak rakyat untuk meningkatkan kesejahteraannya dan UU tersebut sangat lengkap. Penilaian yang lemah tersebut serta tanpa didasari wawasan yang luas, lalu dipatahkan hanya dalam hitungan beberapa bulan saja, UU yang baru diberlakukan ini menuai protes keras oleh beberapa asosiasi peternakan dan dikatakan bahwa UU No.18 Tahun 2009 adalah UU yang sangat berpihak kepada investasi asing dan tanpa memperhatikan peternak rakyat dan petani. Artinya UU No.18 Tahun 2009 mengandung unsur ketidak-adilan. Bahkan dalam masa berlakunya UU baru ini, justru masih terjadi perilaku lanjutan kejahatan ekonomi berupa usaha secara monopoli dan kartel dilakukan oleh perusahaan PMA yang sangat bertentangan dengan jiwa UU No.5 Tahun 1999 serta missi dari UUD 1945.
Harga pakan unggas susah turun pada posisi harga yang wajar adalah sebagai bukti nyata adanya konspirasi jahat Monopoli & Kartel dalam tata-niaga perunggasan selama ini. Bila kejahatan ekonomi secara Monopoli & Kartel ini dibiarkan, maka peternak rakyat secara menyeluruh bangkrut karena harga DOC & Pakan selalu dikatrol mahal, begitu juga petani jagung akan rugi karena jagung dibeli para pabrikan pakan dengan harga cukup murah karena petani jagung tidak ada alternatif menjual kepada pihak perusahaan yang lain. Selanjutnya masyarakat sebagai konsumen daging ayam dan telur akan membeli produk unggas dengan harga yang mahal.
Pada saat ini dimana harga DOC disemua BF turun pada posisi dibawah BEP, perusahaan PMA asing yang dominan seperti PT.CPI memborong dari semua DOC dari para perusahaan BF sehingga saat ini PT.CPI sebagai penjual dominan (broker) DOC untuk beberapa wilayah diseluruh Indonesia.
Harga jagung di petani sudah turun dari Rp. 2.500,- s/d Rp. 1.900,- per kg, akan tetapi harga pakan unggas hanya diturunkan Rp.50. Seharusnya harga pakan bisa turun minimal sebesar Rp. 250. Saat ini harga pakan pada posisi mahal Rp.4.950,-/kg ditingkat peternak. Harga ayam panen dikandang peternak Rp. 14.000,-/kg, dipasar konsumen harga daging ayam Rp.22.500,-/kg. Harga telur ayam juga jatuh sampai Rp.10.400,-/kg dikandang peternak sedangkan dipasar harga telur dipatok sebesar Rp. 11.000,-/kg.
Harga ayam panen dikandang peternak di Jabar masih anjlok pada harga Rp.9000, di Jateng dan Jatim harga sudah berada Rp. 8.000,-/kg BEP(Titik Impas) Rp.12.000,- peternak rugi sebesar Rp. 3.000,- s/d Rp.4.000,-/kg, ini disebabkan over produksi DOC yang seharusnya 20 Jt ekor/pekan kenyataannya diproduksi sebesar 25 Jt/pekan. Hal ini diperkuat dengan berlakunya UU No.18 Tahun 2009 dimana para perusahaan PMA integrator telah legal dapat membudidayakan ayam secara komersial dimana selama ini budibaya berdasarkan UU No.6/1967 adalah diperuntukkan kepada peternakan rakyat. Harga DOC terakhir pada hari Jum’at 8/01/2010 Rp. 1.750,- dan tanggal 10/01/2010 maximal Rp. 1.500,-/ekor. Sementara saat ini BF (Breeding Farm) katrol harga DOC dari Rp. 1.500,- lalu jadi Rp.2.000,- selanjutnya menjadi Rp.2.750,- dengan dalih abortus 25% di penetasan BF.
Disamping itu, para perusahaan PMA integrator memasukkan DOC sebagian besar kekandang sendiri.
Para perusahaan Monopoli & Kartel PMA yang juga memiliki Feed Mill (FM) yang bergabung dalam asosiasi GPMT menaikkan harga pakan sebesar Rp. 100/kg dengan dalih harga jagung naik menjadi Rp.3.000,- (ex import). Padahal 1 bulan yang lalu petani menjerit-jerit karena harga jagung pipil kering yang mereka jual diturunkan drastis pada posisi Rp. 1.500,-/kg ini jelas merupakan hambatan dari praktek kartel & monopoli yang terbukti telah membunuh peternak rakyat dan petani selama ini.
Sementara perusahaan integrator berdalih melakukan usaha secara terintegrasi adalah untuk pencapaian efisiensi output produksi unggas, serta dalih ini juga mempengaruhi banyak pendapat para ahli ekonomi dan para pakar peternakan. Kalau secara dangkal tanggapan dan wawasan kita argumentasi ini terlihat rasional. Kalau dikatakan integrasi usaha untuk pencapaian efisiensi perunggasan nasional, mengapa usaha peternakan rakyat usahanya tergusur oleh perusahaan PMA dan efisiensi itu mematikan usaha masyarakat ? Lalu dibuktikan dengan harga DOC yang mahal serta harga pakan yang juga mahal ? Sehingga harga protein unggas di konsumen juga menjadi mahal (harga protein unggas Indonesia termahal didunia). Akan tetapi kenyataannya DOC masuk kandang budidaya sendiri lalu disosialisasikan sebagai abortus sehingga alasan ini digunakan untuk menaikkan harga DOC. Untuk menaikkan harga pakan digunakan alibi bahan baku impor yang naik serta dalih tambahan harga jagung impor juga naik menjadi Rp. 3.000,-/kg, padahal sebelumnya para perusahaan PMA integrator sudah menyetok jagung lokal sewaktu panen raya petani jagung dengan harga beli dibawah Rp.2.000,-. Kenapa pemerintah diam dan malah cuek atau masih berfungsikah pemerintah Indonesia ?
Harapan masyarakat dan peternak, pemerintah dengan perangkat alat Departemen-nya dapat mengawasi geliat ekonomi peternakan unggas di Indonesia apakah sudah sesuai dengan UU yang berlaku ? Bila diperlukan pemerintah mengadakan Badan Intelijen Ekonomi untuk mengungkap permainan kotor dan jahat PMA asing terhadap perekonomian Nasional termasuk untuk mengawasi UU yang telah dimasuki pemikiran PMA asing.
Setelah para peternak mati usahanya, giliran berikutnya adalah konsumen daging ayam yang diexploitasi yaitu dengan harga beli yang tinggi. Akibat dari praktek monopoli dan kartel ini, harga produksi daging di Indonesia bukannya menjadi murah akan tetapi menjadi mahal. Untuk menjaga dan menghambat masuknya daging impor Chicken Leg Quarter (CLQ) para perusahaan integrator biasanya memanfaatkan tameng peternak rakyat dengan dalih untuk amankan peternak rakyat serta meminta pemerintah untuk menolak daging impor agar usaha peternakan rakyat tidak mati. Padahal selama tidak ada tantangan impor, peternak rakyat usahanya dimatikan oleh PMA di dalam Negeri.

Dilain pihak tahun awal 2010 para perusahaan PMA integrator di negri ini sedang panen besar yaitu jagung dibeli dengan harga sangat murah disaat penen raya dengan membeli jagung pipil kering hanya dibawah Rp.2.000,-/kg lalu dijual kedalam hitungan bahan baku pakan Rp.3.000,- dengan patokan harga impor (dengan tidak menaikkan harga DOC dan harga pakanpun PMA sudah untung). Kemudian mereka keruk keuntungan peternak rakyat sehingga peternak rakyat merugi yaitu dengan cara ayam panen peternak rakyat dibeli dan dikondisikan pada harga Rp.8.000,- s/d Rp.9.000,- lalu dipotong selanjutnya masuk Cold Storage perusahaan PMA ada sejumlah ± 30.000 ton ayam beku. Spekulasi seperti ini nantinya dijual sebagai bahan baku chicken nugget, sosis serta untuk memasok ke perusahaan KFC & MCD. Para perusahaan PMA asing bila terjadi over supply DOC dan harga ayam panen harganya jatuh mereka selalu membeli secara borongan (scenario usaha kotor seperti ini sudah rutin mereka lakukan).
Pasal-Pasal UU No.18 Tahun 2009 yang mempola Monopoli & Kartel :
1. Bab I Ketentuan Umum “ Kata Peternakan Rakyat telah dihilangkan diganti dengan kata “Perusahaan
peternakan” dan “Peternak”. Dimana pada UU No.6 Tahun 1967 Peternakan Rakyat merupakan
sasaran pemberdayaan bagi Pemerintah”.
2. Bab II Pasal 2 ayat (1) “Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah
NKRI ………. secara tersendiri dan/atau melalui integrasi ………”
Pembahasan :
Kalimat “secara tersendiri dan/atau melalui integrasi” adalah merupakan masukan dari PMA asing
karena kalimat tersebut nyata adalah jiwa usaha secara monopoli (dituangkan dengan kata tersendiri
melalui integrasi). Kalimat ini sangat bertentangan dengan Bab II Pasal 3 ayat a,b,c,d,e.
3. Bab IV Pasal 29 ayat (1) “ Budidaya ternak hanya dapat dilakukan oleh peternak, perusahaan
peternakan, serta pihak tertentu untuk kepentingan khusus”.
Pembahasan :
Pada UU No.6 Tahun 1967 perusahaan peternakan terintegrasi tidak diperbolehkan melakukan usaha
budidaya, karena porsi usaha budidaya diselenggarakan oleh peternak rakyat sebanyak mungkin
(masyarakat). Kalimat “kepentingan khusus” adalah kalimat karet yang perlu penegasan terminologi
yang pasti sehingga tidak terjadi multi tafsir.
4. Bab IV Pasal 39 ayat (2) “ Perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal dan peraturan yang terkait”
 
Pembahasan :
Kalimat ini secara nyata menggiring perilaku usaha secara terintegrasi dan peternak/perorangan selalu berada dibawah atau underbow dalam sistem dari perusahaan PMA.
5. Bab IV Bagian Kelima “Panen, Pascapanen, Pemasaran.
Pembahasan :
Pada bagian ini, tidak ada penetapan mengenai segmentasi pasar di Indonesia untuk menghindari benturan hasil produksi dari peternakan rakyat dan produk perusahaan PMA. Nantinya akan berbenturan produksi dipasar yang sama dengan Bab IV Pasal 30 ayat (1). Hal ini yang memicu selama ini munculnya kejahatan ekonomi secara monopoli & kartel. (Ashwin Pulungan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda