Info diinginkan :

Rabu, 16 Maret 2011

Usaha Perunggasan Nasional Dihancurkan Oleh PMA


Usaha Perunggasan Nasional Mengalami Kehancuran

Oleh PMA Diambil Alih Oleh PMA

Oleh : Ashwin Pulungan

http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/03/16/usaha-perunggasan-nasional-mengalami-kehancuran-oleh-pma-diambil-alih-oleh-pma/

Sejak berlakunya UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan selama lebih kurang setahun, situasi perunggasan Nasional menjadi berubah yang ditandai dengan bertambah mahalnya harga pokok usaha unggas yang dialami para peternak mandiri, serta harga jual ayam panen yang selalu berada pada posisi dibawah harga pokok dalam waktu yang cukup lama. Hal ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi peternak rakyat mandiri, sehingga berdampak kepada macetnya pembayaran hutang kepada para perusahan Sapronak terutama perusahaan PMDN yang merupakan mitra usaha budidaya peternak rakyat mandiri selama ini. Kondisi yang terjadi selama ini, akan berdampak juga kepada kelangsungan hidup usaha peternak rakyat mandiri serta para perusahaan PMDN, apabila tidak dapat disolusi oleh Pemerintah, maka akan terjadi kematian usaha perunggasan Nasional.


Di seluruh negara yang bermartabat, kehadiran UU di masyarakatnya adalah untuk mengatur secara adil dan proporsional sehingga semua aktifitas ekonomi masyarakat dalam sekala dan tingkatannya berjalan dan bersinergi tidak terjadi saling memakan dan mematikan, bahkan dengan kehadiran UU harus saling menumbuhkan dan saling mengembangkan sehingga tercukupi kebutuhan ekonomi masyarakat didalam negeri lalu mampu untuk ekspor dalam rangka mendatangkan pertambahan devisa negara.

Bila diperhatikan pada Bab II “Asas dan Tujuan” UU No, 18 tahun 2009, yang merupakan biang kerok PERTAMA kehancuran perunggasan Nasional :
  1. Usaha peternakan merupakan usaha yang berbasis industri yang diselenggarakan secara integrasi.
  2. Usaha peternakan tidak lagi diutamakan untuk ikut serta sebanyak-banyaknya masyarakat dapat meningkatkan pendapatan dalam usaha peternakan serta dikelola secara kooperatif. Bertentangan sendiri dengan isi Pasal 13 (1) UU No.18/2009.
3. Tidak ada Pasal yang menegaskan usaha peternakan nasional adalah untuk mencukupi kebutuhan protein masyarakat dalam memperkuat ketahan pangan serta produksi peternakan harus berkualifikasi pasar dunia dan export.
  1. Ketahanan Pangan pada Pasal 3 b. mengindikasikan bila kemampuan peternakan dalam negeri tidak tercapai pemerintah bebas melakukan import. Pasal ini akan bertentangan dengan Pasal 29 ayat 5., Pasal 36 ayat 5., Pasal 76 ayat 2.e. Pasal 78 ayat 3.

Biang kerok KEDUA pada Bab IV “Peternakan”
Pasal 29 “Budidaya”
“Perusahaan peternakan sekala besar dan terintegrasi boleh melakukan usaha budidaya yang sama dengan usaha kecil sekala peternakan rakyat. Hal ini akan menimbulkan benturan kepentingan, harga produksi di pasar konsumen yang sama”.

Inilah permasalahan perternakan terutama perunggasan nasional selama ini yang akan menggagalkan sendiri misi dan visi Pasal 32 (1) UU No.18/2009. Selama ini peternakan rakyat tidak dapat berjalan baik karena pasarnya peternakan rakyat mandiri dirampas oleh produksi budidaya perusahaan besar PMA integrator yang masuk pasar tradisional miliknya peternakan rakyat mandiri.
Bandingkan dengan UU No.6 Tahun 1967 yang telah dicabut secara paksa.
Subtansi UU6/67 adalah :
1. Kesempatan berusaha dan pemberdayaan lapangan pekerjaan,
2. Penyediaan protein hewani yang cukup dan terjangkau, serta pemberdayaan lahan tanah dan aneka potensi Dalam Negeri lainnya seperti, Pertanian jagung, padi-dedak, singkong/gaplek, kacang-kacangan dan Perikanan.
3. usaha perunggasan rakyat untuk export.

Sedangkan substansi UU No.18 Tahun 2009 adalah :
1. Usaha perunggasan merupakan Industri yang terintegrasi,
2. Ketahanan pangan yang tidak berbasis mengerakkan pertanian, peternakan dan perikanan.
3. Industri unggas PMA semata hanya mengandalkan pasar dalam negeri.

Promo yang telah dilakukan oleh para perusahaan PMA dan PMDN semi PMA adalah menunjukkan kepada masyarakat tentang tekhnologi perkandangan yang full close house untuk memberi image kepada konsumen tentang higienisnya perkandangan unggas perusahaan PMA saat ini serta efisiensi yang dapat dicapai. Bila dibandingkan dengan perkandangan peternak rakyat mandiri, akan memberi kesan kepada masyarakat konsumen bahwa kandang peternak rakyat mandiri tidak sehat dan kotor sehingga tidak layak dikonsumsi masyarakat. Dalam hal ini para perusahaan PMA membuat iklan yang berharap dalam memori konsumen muncul penolakan mengkonsumsi produksi unggas yang berasal dari peternak rakyat. Apabila ditinjau dari sisi efisiensi, ternyata para perusahaan Breeding Farm dan FeedMill PMA menjual harga DOC dan pakan kepada peternak rakyat mandiri dengan harga yang cukup mahal dan tidak efisien. Harga DOC Rp. 4.500,- s/d Rp. 4.700,- Harga pakan Rp. 5.000,- s/d Rp. 5.500,- sehingga harga pokok usaha di peternakan rakyat menjadi Rp. 13.500,- s/d Rp. 14.000,-/kg (harga-harga yang mahal dan tidak efisien). Sementara harga pokok para perusahaan PMA yang melakukan budidaya Rp. 10.500,- s/d Rp. 11.000,-/Kg. Apabila semua hasil produksi unggas bermuara kepada pasar tradisional, maka peternak rakyat akan sangat merugi dan mematikan dan pasti tidak akan bisa bersaing dengan hasil produksi perusahaan PMA.

Kebijakan pemerintah yang digembar-gemborkan katanya sudah beralih kepada ekonomi kerakyatan (walau baru sebatas teori), namun sistem konglomerasi terjadi pada sektor perunggasan nasional saat ini dan konsep ini dikenal dengan nama integrated poultry industry apalagi didukunga dengan UU No.18/2009 yang banyak pada pasalnya mengandung cara-cara leberalisasi dan konglomerasi layaknya seperti pada orde baru masa Soeharto yang lalu.

UU No.18/2009 Mematikan Swasembada Peternak Mandiri Berbasis Kerakyatan :

Apabila UU No.18/2009 tetap dipertahankan dan dipaksakan maka potensi ekonomi yang dimiliki oleh para peternak rakyat serta investasi Pemerintah selama ini akan sirna seperti :
- Peluang 80.000 lebih peternak rakyat akan kehilangan mata pencarian.
- Terjadinya pengangguran sebanyak ±200.000 para pekerja kandang.
- Hilangnya nilai investasi Trilliunan rupiah dana Pemerintah sejak perintisan Bimas &
Inmas Ayam Ras.
- Hilangnya peluang usaha bagi ± 24.000 alumni Fapet & FKH/tahun.
- Hilangnya peluang pekerjaan bagi ± 240.000 orang tenaga kerja baru di kandang.
- Hilangnya total SDM yang terlibat dalam usaha perunggasan sebanyak ± 2,5 juta orang.
- Tidak bisa diharapkan stabilnya produksi jagung Dalam Negeri karena ketidak pastian usaha
bagi petani jagung.

Mahalnya harga protein unggas DN seperti yang dilakukan para perusahaan PMA terintegrasi dengan melakukan usaha secara Monopoli dan Kartel, perusahaan PMA sebagai Leader Price menaikkan harga di DN. Hal ini akan mengundang masuknya daging impor atau protein unggas asal impor. Selama berlakunya UU No.6 Tahun 1967, para perusahaan PMA selalu menjadikan Peternak Rakyat sebagai bamper untuk menghalau protein impor dengan selogan “Daging impor akan mematikan usaha peternak rakyat” walupun dalam kondisi PMA mengusai pangsa pasar Nasional disaat itu. Berlakunya UU No.18 /2009 yang baru, sebutan Peternak Rakyat sudah dihilangkan dalam UU tersebut yang ada adalah perusahaan peternakan dan perusahaan yang terintegrasi. Jika ada upaya impor protein asal unggas atau hewan besar lainnya, maka tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa daging impor akan mematikan usaha peternakan rakyat. Jika ada unjuk rasa yang masih memakai atas nama Peternak rakyat, itu adalah pembohongan publik dan mereka itu adalah berasal dari karyawan Peternak/mitra buta dari perusahaan PMA integrator membuat asosiasi rekayasa dalam perunggasan Nasional.

Dengan bertambah rumitnya permasalahan perunggasan, PPUI usulkan adalah :

1. Segera cabut UU No.18 Tahun 2009 yang telah terbukti selama setahun berlaku, mematikan
usaha perunggasan Nasional. Kembali kepada UU No.6 Tahun 1967. Tekanan massa dengan
unjuk rasa para peternak mandiri diseluruh Indonesia.
2. Segera direvisi UU No.6 Tahun 1967 yang berisi Pasal tentang segmentasi pasar dengan cara :
  1. Pasar dalam negeri sepenuhnya untuk pemasaran dari output produksi budidaya peternakan rakyat dan koperasi.
  2. Budidaya peternakan dari perusahaan besar atau PMA hanya boleh dipasarkan pada pasar export.

Potensi pasar Dalam Negeri yang cukup besar ini, harus memberikan dampak peluang usaha sebesar-besarnya bagi masyarakat banyak sesuai dengan misi UUD 1945 dan UU No. 6/1967. Oleh karena itu, para pelaku perunggasan Nasional bersama Pemerintah bersegera merubah pola pikir dan pola tindak kearah pemberdayaan masyarakat Indonesia ke depan dalam menyongsong kebangkitan bangsa Indonesia yang diidamkan dan di cita-citakan oleh para pendiri Republik Indonesia tercinta ini selanjutnya masyarakat menantikan tindakan nyata keberpihakan Pemerintah kepada Rakyat Indonesia. (000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda