Info diinginkan :

Sabtu, 11 April 2009

Untuk Semua Masyarakat Peternak Unggas


My title

Menarik untuk diperhatikan adalah masuknya HE bermasalah dari Malaysia pada beberapa bulan yang lalu berbagai asosiasi mencoba untuk menolak importasi HE tersebut mengingat Malaysia masih mewabah penyakit AI. Penolakan tersebut sah-sah saja karena hal tersebut sangat selaras dengan UU No.6/1967. Lalu beberapa pekan kemudian, asosiasi yang menyebut dirinya untuk bidang informasi pemasaran unggas ini dengan sangat cepat bungkam dan tidak sama sekali berani mengungkit permasalahan HE-Malaysia tersebut. Perilaku bungkam ini terlihat sejak PPUI turut serta untuk mengungkap kasus HE-Malaysia ini. Perlu diketahui, berjangkitnya AI tahap kedua di Indonesia ini, adalah disebabkan HE-Malaysia ini. Terbukti pada beberapa breeding-farm milik perusahaan PMA pengimpor yang berasal dari Malaysia dan Thailand, kasus penyakit AI muncul pertama kalinya sehingga menurunkan populasi DOC-FS Nasional sehingga produksi DOC hanya tinggal dibawah 18 Juta per pekan. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi peternakan rakyat untuk memperoleh DOC karena DOC yang populasinya terus menurun, sebanyak lebih dari 70% masuk kekandang komersial PMA sendiri bersama kemitraannya. Belum selesai kasus HE-Malaysia ini, lalu beberapa saat kemudian muncul upaya kuat untuk memasukkan daging asal Malaysia yang didukung oleh SK Dirjen Binpronak Surat Keputusan No. 832/HK-340/F/03.05 yang membolehkan masuknya produk unggas dari Malaysia. Secara logika sehat, tidak mungkinlah kita berani untuk memasukkan suatu produk makanan dari negara yang sedang mewabah penyakit yang berbahaya dan kita tahu Malaysia belum dinyatakan bebas dari penyakit AI. Untunglah pada tanggal 27 April 2005 Menteri Pertanian menyatakan bahwa SK No. 832/HK-340/F/03.05 dicabut dan tidak berlaku lagi.

Akhir-akhir ini, harga DOC kembali naik menjadi Rp. 2.800,-/ekor dan harga Pakan juga naik menjadi Rp.2.900-3.000,-/Kg. Walaupun harga ayam panen cukup bagus yaitu kisaran Rp. 8.300,-/Kg hidup dan harga ini juga merupakan harga yang sangat sementara, bagi peternak rakyat, harga ini tidak mendatangkan manfaat yang menggairahkan usaha budidaya.

Kali ini Media “Peternakan Rakyat”memuat artikel yang menggelitik, lugas, faktual dan tanggap. Selamat membaca. (Red).


Bila Usaha Peternakan Rakyat Kondusif,

Peternakan akan Beralih Menjadi Usaha Pokok


Memperhatikan Pasal 9 UU No.6/1967 ayat 2 dikatakan “Peternakan rakyat ialah peternakan, yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya”, oleh Tim 11 (Tim yang tidak aspiratif, tidak mewakili semua pihak peternakan) sebagai pengusung RUU pengganti UU No.6/1967 dikatakan sebagai bagian beberapa dasar untuk mengubah UU karena peternakan sebagai usaha sampingan bagi peternakan-rakyat. Dalam hal ini, seolah-olah Tim 11 ingin menjadikannya sebagai usaha pokok. Membaca keseluruhan RUU-PKH yang merupakan produksi Tim 11, tidak ada satupun kata peternakan-rakyat dan bahkan sepertinya kata peternakan-rakyat diharamkan untuk tercantum didalam RUU tersebut.

Pengertian “peternakan yang dilakukan oleh rakyat antara lain petani disamping usaha pertaniannya” harus dipahami sebagai usaha peternakan yang dilakukan oleh petani secara simultan sebagai usaha pokok berbarengan dengan usaha pertaniannya. Petani juga bisa berkembang menjadi petani yang memiliki wawasan manajemen. Yang dimaksud petani dalam UU No.6/1967 adalah petani yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kemampuan petani yang berkembang. Selama ini kita menganggap petani & peternak sebagai sosok yang rendah pendidikan, bodoh, lugu, susah maju, ini adalah anggapan yang sangat salah.

Persoalan yang selama ini dihadapi oleh peternak, adalah lahan atau wilayah usahanya yang digusur oleh perusahaan PMA integrated bermodal besar. Matinya usaha peternakan-rakyat, disamping usaha budidaya komersialnya yang digusur, juga pasar tradisional dirampas oleh perusahaan PMA integrated, selanjutnya struktur harga pokok usaha rakyat juga digrogoti dengan adanya kejahatan ekonomi secara Kartel DOC dan Pakan. Usaha budidaya yang dilakukan oleh peternakan-rakyat layaknya seperti bermain judi karena tidak adanya kepastian pasar. Kenyataan ini adalah merupakan suatu proses pembunuhan usaha peternakan rakyat yang telah berlangsung sejak tahun 1980 tanpa adanya kemampuan perlindungan dan pencegahan oleh Pemerintah. Hal ini berjalan karena banyaknya oknum Pemerintah yang memperkaya diri dalam jabatannya menyalahgunakan wewenangnya. Mereka bancakan melalui program penanggulangan, pemberantasan, pengentasan dan pemberdayaan yang direkayasa dijadikan proyek-proyek sehingga menjadi mata-anggaran APBN & APBD yang nilainya ratusan milyar setiap proyek. Disinilah banyak rekayasa kwitansi, bon pembelian dan segala-macam ikutan administrasi berlangsung sejak tahun 1966 hingga kini yang dapat menutupi manipulasi keuangan Negara dan Daerah. Sehingga apabila diperiksa oleh BPK dan BPKP serta inspektorat tidak terbukti korupsinya. Mereka makan layaknya seperti anjing Srigala memakan mangsanya.


Keberadaan UU dan PP serta Keppres, Kepmen, Perda adalah untuk dasar hukum agar setiap individu dalam masyarakat dapat menjalankan kegiatan Politik, ekonomi, sosial dan budaya secara teratur dan tidak terjadi benturan antar sesamanya. Sehingga konflik dapat diperkecil, semua bisa hidup. Selama ini terjadi adalah UU-nya ada, pelaku Pemerintahnya ada yang berfungsi sebagai alat untuk menjalankan UU, akan tetapi tidak berjalan baik dan banyak yang berubah menjadi oknum/manipulator sehingga dapat dijadikan Instansi para-oknum Departeman maupun para-oknum Pemerintahan daerah. Sebaik apapun UU apabila aparat Pemerintah banyak yang memanipulasi pelaksanaan UU, sasaran Pemerintah tidak akan jalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dibidang peternakan.

Dalam politik pembangunan masyarakat banyak, diperlukan suasana penciptaan iklim usaha dan produktifitas masyarakat yang kondusif sehingga usaha rakyat banyak tidak terganggu. Suasana usaha produktif yang kondusif ini akan bertumbuh dan memperkuat landasan ekonomi masyarakat. Apapun bentuk usaha yang dilakukan oleh rakyat banyak dalam suasana usaha yang kondusif, akan menjadikan wadah usahanya menjadi usaha pokok bukan lagi usaha sampingan. Suasana yang kondusif dalam peternakan hanya dapat berjalan apabila UU No.6/1967 benar-benar ditegakkan dan berjalan. (♫♫♫)


!!! Hati-Hati mengkonsumsi MSG !!!

Serangkaian riset menunjukkan MSG (Monosodium Glutamat) yang selama ini dijadikan bumbu penyedap rasa disebut juga vetsin yang paling popular disejumlah negara termasuk Indonesia, ikut berperan memicu munculnya puluhan gejala penyakit dan multifungsi jaringan tubuh.

MSG dikemas dalam aneka merek dan akan kita temukan sebagai bumbu penyedap ( Sasa, Miwon, Masako, Biomiwon, Sajiku, Ajinomoto) tidak hanya dalam bumbu masakan dirumah, restoran, hotel-hotel bahkan juga disejumlah rumah-sakit. MSG yang paling sering digunakan adalah didalam macam-macam jenis merek mie-instan (Indomie, Supermie, Sarimie dan lain-lain) dan jajanan anak-anak (Taro, Chiki dan lain-lain).

Tahukah anda bahwa MSG sesungguhnya bisa mengerogoti kesehatan manusia. Selama lebih dari lima tahun ini, serangkaian penelitian di Amerika, telah terbukti bahwa MSG dan turunan analognya bisa menimbulkan aneka gejala penyakit. Migran-Web adalah situs kesehatan yang dikelola oleh para dokter dan spesialis neurology di AS melaporkan bahwa MSG ikut berperan dalam memicu malfungsi system organ/jaringan yang sedikitnya delapan kategori. Sementara Debby Anglesey penulis buku “Battling the MSG Myth, A survival Guide and cookbook” dalam msgmyth.com mengatakan keyakinannya bahwa MSG dapat menimbulkan sekurang-kurangnya 32 gejala penyakit. Mulai dari kelainan jantung, darah rendah, saluran darah tak normal, gangguan syaraf (depresi, disorientasi, bimbang, hiperaktif, sakit kepala, migrain), gangguan pencernaan (mual, muntah, diare, kram perut, iritasi lambung), gangguan saluran pernafasan (asma, sesak nafas, dada sakit, bersin), gangguan kulit (kulit kasar, mulut kering), gangguan saluran urologis (gejala prostat dan nokturia), gangguan visual (penglihatan kabur, mata sulit fokus, gelap temporer).

Bagi anak-anak balita yang mengkonsumsi makanan jajanan ber-MSG, biasanya setelah makan jajanan perutnya merasa kenyang terus sehingga sulit untuk makan nasi bersama lauk protein dan sayuran, sehingga mengganggu pertumbuhan anak.

Menurut Debby Anglesey 30 – 40% penduduk dunia pernah mengalami “MSG Symptom Complex” akan tetapi kebanyakan dari kita belum menyadarinya bahkan banyak Dokter, ahli diet dan publik dibidang kesehatan tidak tahu efek-efek racun dari MSG.

Pabrikan MSG selalu menolak pendapat diatas dengan mengatakan bahwa MSG adalah sejenis asam-amino-non-esensial yang berperan sebagai neurotransmitter, karenanya perlu ditambahkan dalam masakan. Pada saat yang sama mereka menyembunyikan fakta bahwa senyawa buatan itu pula yang merusak syaraf penduduk, terutama balita dan remaja.

Kabar tentang efek negatif MSG sebenarnya sudah lama dilansir oleh media asing dan gencar-gencarnya sejak periode Juni 1999 – Mei 2000 tak kurang dari 13 media melaporkan kasus-kasus syndroma MSG-complex, terutama setelah terbentuknya lembaga NOMSG (National Organization Mobilized to Stop Glutamate) yang dipimpim oleh Kathleen Schwartz dan Debby Anglesey sebagai wakil.

Solusi untuk menggantikan MSG adalah kembali kepada penyedap-rasa nenek-moyang kita yaitu penyedap masakan dengan hanya menggunakan campuran yang seimbang antara Garam dan Gula. (Semoga keluarga anda lebih sehat). (♫♫♫)


UU No.6 Tahun 1967 memiliki Sanksi Hukuman Bagi

Pelanggarnya Tertuang Dalam PP No.15 Tahun 1977


Dalam sebuah seminar baru-baru ini, ada seorang pembicara menyatakan dengan angkuhnya, bahwa didalam UU No.6/1967 belum dirinci Pasal tentang sanksi hukum terhadap pelanggaran. Kita ketahui bersama, bahwa UU No.6/1967 adalah merupakan Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan sehingga tidak rinci didalam Pasal-Pasalnya. UU No.6/1967 didalam Pasal 18 ada dinyatakan “Untuk memajukan peternakan dilakukan usaha-usaha membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang bertujuan untuk mendorong, membantu, mempercepat kelangsungan pembangunan dibidang peternakan”. Oleh karena itu, UU No.6/1967 tidak dapat dilepaskan bersama PP No.15 Tahun 1967 serta Keppres dan Kepmen yang terkait.

Salah satu contoh, atas pelanggaran UU No.6/1967 Pasal 20 “Penyakit Hewan”, sanksinya ada dalam PP No.15 Tahun 1977 pada Pasal 10 Bab V “Hukuman Pidana” yang isinya, “Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 3,4 dan 5 diancam dengan Pidana Penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun”.

Kasus SK No. 832/HK-340/F/03.05 importasi daging unggas dan HE dari Malaysia baru-baru ini, dimana negara Malaysia mewabah penyakit AI, apabila hukum di Indonesia masih ditegakkan, perusahaan pengimpor dan Dirjen yang memberi izin pemasukan komoditi dari negara yang berpenyakit, dapat dihukum selama 2 (dua) tahun. (♫♫♫)


Renungan :

“Yang merusak dan menghancurkan ekonomi, budaya bangsa Indonesia adalah kelompok orang yang berasal pendidikan dari Perguruan-Tinggi/sarjana bahkan posisinya Guru-Besar. Inikah hasil Tridharma perguruan Tinggi ? ”


Sana - Sini :


Baru-baru ini, Pj. Ketua Umum DPD-PPUI dikunjungi oleh pejabat senior dari perusahaan PMA terbesar integrator di Indonesia. Saat berkunjung dirumah kota Cirebon, yang pertama ditanya oleh tamu tersebut adalah “mengapa PPUI bersikukuh untuk menolak RUU penganti UU No.6/1967 ?” Akhirnya, sang tamu dikuliahi mengenai akhlak yang baik. Kembalilah kejalan yang benar. Bahan renungan sang tamu dalam perjalanan ke Jakarta. Siapa bilang PMA tidak turut campur dalam RUU pengganti UU No.6/1967.

Ternyata para pemimpin kita baik di executif maupun di legislatif dalam Pemerintah Pusat dan Daerah, banyak yang menjadi maling dan mengkhianati rakyatnya. (♫♫♫)


KONSPIRASI KAPITALIS ASING PADA SEKTOR USAHA PERUNGGASAN INDONESIA


Sejak terbentuknya UU No.6 Tahun 1967, usaha perunggasan Indonesia telah memasuki tahap awal pertumbuhan yang ditunjukkan dengan besarnya perputaran uang pada usaha di sektor ini. Jerih-payah Pemerintah untuk men-sosialisasikan ayam-ras dimasyarakat agar mau memakan daging dan telur ayam-ras serta mau membudidayakan ayam-ras untuk pendapatan tambahan masyarakat adalah sangat berhasil dan telah menyerap tenaga dan dana triliunan rupiah untuk membiayai program sosialisasi budidaya ayam-ras dengan nama program Inmas-Bimas Perunggasan pada periode itu.

Pada periode Inmas-Bimas Perunggasan, Pemerintah telah memprogram bidang-bidang usaha bagi masyarakat yaitu sektor hulu dengan pabrik Pakan (Feedmill) dan Pembibitan (Breeding Farm) dapat dikelola oleh swasta baik untuk PMA maupun PMDN. Sedangkan sektor hilir untuk budidaya, pemotongan sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat peternak dan pemasarannya adalah pasar-pasar tradisional didalam negeri. Periode awal pertumbuhan yang dapat disebut periode emas perunggasan Nasional, telah merambah kemasyarakat sehingga menjadi usaha sampingan/utama yang sangat diminati masyarakat. Pada saat itu lahirlah wadah asosiasi peternakan rakyat dengan nama Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) pada tanggal 11 Januari 1970.

Periode sampai dengan Tahun 1980-an dimana berlakunya Keppres No.50 Tahun 1981 sampai dengan Tahun 1985 adalah merupakan periode puncak kemampuan kandang budidaya-komersial peternakan-rakyat yang dapat mensuplai kebutuhan protein hewani asal unggas untuk kebutuhan Nasional. Pada saat itu, perputaran uang dalam bisnis perunggasan Nasional telah mencapai ±Rp. 10 Triliun per Tahun (suatu jumlah yang cukup besar pada saat itu). Periode tahun 1985 sampai dengan tahun 1990 pertumbuhan kebutuhan protein hewani unggas ras ini meningkat terus sehingga dapat mencapai perputaran uang ±Rp. 20 Triliun per Tahun. Pada periode inilah perusahaan PMA mulai memaksakan diri memasuki lahan usaha budidaya peternakan rakyat dengan cara mereka membentuk dan membuat perusahaan-perusahaan dibidang perunggasan berstatus PMDN. Kemudian Breeding Farm (BF) mereka mengeluarkan DOC (Day Old Chick) secara berlebihan dengan target terjadinya over-suplai di peternak rakyat dan itu terjadi sehingga terjadi permasalahan dan benturan peternakan-rakyat dengan Pemerintah. Selanjutnya untuk memuluskan rencana mereka (PMA) memasuki lahan usaha peternakan rakyat, melalui tokoh perusahaan PMDN dipengaruhilah banyak oknum pejabat Pemerintah di Departemen Pertanian cq. Direktorat Peternakan pada saat itu untuk menggantikan Keppres No.50 Tahun 1981 dan diisukan adalah Keppres yang tidak aspiratif lagi melalui banyak Seminar oleh para pakar-sarjana yang dibayar oleh perusahaan PMA tersebut. Banyak para pakar peternakan saat itu tidak sadar bahwa dia telah menggunakan keahliannya untuk menghancurkan usaha rakyatnya sendiri turut serta bersama perusahaan PMA menggusur usaha budidaya peternakan rakyat. Penggusuran ini tentu saja melalui Keppres baru pengganti Keppres No.50 Tahun 1981 sehingga terbitlah Keppres No.22 Tahun 1990 yang isinya sudah dimasuki pemikiran dan kepentingan pihak asing melalui tangan para ahli dan pakar peternakan kita. Keppres No.22 Tahun 1990 berakhir pada bulan 23 Juni 2000 berdasarkan Keppres No.85 Tahun 2000. Pada saat itu yang terjadi adalah Intervensi serta pelanggaran terhadap peraturan Pemerintah dan UU yang dilakukan para perusahaan PMA & PMDN sekutu mereka sehingga posisi budidaya-komersial peternakan rakyat yang tadinya ± 90% kini hanya tinggal kurang dari ±10%-nya. Pada periode konspirasi mereka, perusahaan PMA mensponsori terbentuknya beberapa asosiasi perunggasan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), GAPPI (Gabungan Perusahaan Peternakan Indonesia) serta nama yang lainnya dan pengurus asosiasi bentukan PMA ini, didominasi oleh orang-orang mereka sehingga suara asosiasi memihak kepada kepentingan PMA. Pada periode 1985 sampai berlakunya Keppres No.22 Tahun 1990 hingga kini, PPUI sangat gencar menyuarakan kepentingan peternak-rakyat yang semakin hari semakin tidak diperhatikan dan dikerdilkan serta banyaknya oknum Pemerintah dan Legislatif saat itu yang memihak pada kepentingan PMA. Kentalnya keberihakan Pemerintah dan Legislatif saat itu, terlihat pada periode sejak bulan Desember 1997 terjadi dampak krisis ekonomi Nasional pada sektor perunggasan sehingga harga pokok usaha sangat tinggi karena harga pakan ternak yang sangat mahal, Pemerintah melalui beberapa kajian dengan semua pihak dalam sektor perunggasan, disepakatilah “Dana Crash Program Perunggasan” yang diperuntukkan bagi usaha peternakan-rakyat diantaranya adalah : - Dana Crash Program Unggas = 150 Juta US $. - Dana dari JAMSOSTEK = 300 Milyard Rupiah.- Dana Subsidi Perunggasan = 1,9 Trilliun Rupiah. - Dana KKPA Peternak Unggas = 300 Milyard Rupiah. Apabila ditotal keseluruhannya berjumlah ±Rp. 4 Trilliun. Dari dana-dana ini, yang telah cair sejumlah uang yang telah dialokasikan untuk mensubsidi import bahan baku Bungkil Kacang Kedelai (BKK) dan ternyata Subsidi ini juga telah diselewengkan oleh perusahaan PMA dan kasusnya saat ini sedang ditangani MABES POLRI dan KPK serta KEJAKSAAN AGUNG RI. Serta masuk dalam program 100 hari “Kabinet Indonesia Bersatu”. Penyelewengan yang dilakukan perusahaan PMA ini adalah berupa : - Manipulasi harga pakan unggas melalui kurs impor BKK 1 $ =Rp. 5.000,- - Impor fiktif bahan baku pakan BKK seolah-olah dari beberapa pelabuhan. -Manipulasi PPn 10% atas penjualan harga pakan.

Nilai manipulasi harga pakan melalui import BKK diperhitungkan oleh Tim DITIII/Pidana Korupsi&WCC MABES POLRI sebesar Rp. 841 Miliar belum termasuk manipulasi PPn 10% dan merugikan perekonomian negara sebesar Rp.982,13 Miliar.

Dana program untuk perunggasan diatas, sebagian besar dapat diselamatkan serta distop penyalurannya karena PPUI pada saat itu sangat gencar pemberitaannya mengenai perekayasaan antara Dirjen Peternakan berkolusi dengan beberapa perusahaan PMA & PMDN unggas yang manipulatif dimedia massa dan DPR-RI serta memberi penjelasan kepada Bank Indonesia tentang konspirasi jahat yang akan mereka lakukan terhadap “Dana Crash Program Perunggasan” tersebut. Termasuk PPUI menjelaskan telah berjalannya praktek usaha secara Monopoli dan Kartel yang dilakukan oleh perusahaan PMA (pelanggaran UU No.5 Tahun 1999).

Tidak sampainya “Dana Crash Program Perunggasan” kepada peternak–rakyat, mengakibatkan banyak peternak yang usahanya gulung tikar. Konspirasi jahat yang dilakukan adalah mempengaruhi para oknum Pemerintah Departemen Pertanian dan Deparemen Perdagangan membuat Keppres No.127 Tahun 2001 tentang “Pencadangan Bidang Usaha Kecil” sektor usaha kecil budidaya ayam-ras tidak termasuk malah yang dimasukkan adalah ayam-buras. Artinya adalah peternakan-rakyat budidaya ayam-ras tidak mendapat perlindungan lagi. Hal ini merupakan konspirasi yang sangat gamblang untuk menghilangkan peranserta peternak-rakyat yang telah lama membesarkan potensi ekonomi perunggasan Nasional sehingga budidaya-komersial yang tadinya dikelola peternakan-rakyat sekarang sepenuhnya diambil alih oleh perusahaan PMA.

Sia-sialah jerih-payah yang selama ini difokuskan kepada ayam ras tiba-tiba Pemerintah menggantikannya dengan ayam buras (ayam kampung) untuk peternakan rakyat (UKM).

Berdasarkan keunggulan ayam ras, sebenarnya Pemerintah harus memperi­oritaskan dan mencadangkan usaha ayam ras ini untuk usaha peter­nakan rakyat. Hal ini sangat rasional karena dengan produktifitas yang tinggi serta periode panen yang singkat, akan sangat andal untuk percepatan peningkatan pendapatan masyarakat banyak dalam hal ini peternakan rakyat. Tidakkah ini merupakan pelanggaran terhadap UU No.6/1967 ? yang jelas-jelas mematikan usaha peternakan rakyat ayam ras yang sudah sangat lama digeluti ? Para dosen dan mahasiswa peternakan serta para ahli di balai penelitian, dalam hal ini semuanya diam dan tidak ada yang mampu mencuatkan pemikirannya yang bersih, netral dan merakyat untuk mengkritisi Keppres No.127/2001 ini yang nyata menyingkirkan usaha ekonomi rakyat yang telah berjalan. Ada apa dengan mereka ?

Agar terjadi sinkronisasi Aturan UU, PP dan Keppres, Pemerintah secepatnya merevisi Keppres No.127/2001. Setelah dapat direvisi, barulah ditebitkan segera Keppres baru dalam perunggasan Nasional yang telah selesai draft finalnya oleh Tim Pokja Perunggasan Nasional Juli 1998 yang lalu SK-Mentan No.621/Kpts/KP.150/7/98.

Sejak bulan November 2001 s/d akhir Mei 2002 publikasi menge­nai Chicken Leg Quarter (CLQ) dimedia massa sangat besar dan berlebihan sehingga menjadi opini Nasional. Dalam penilaian kita, energi perunggasan Nasional dan masyarakat konsumen terbuang percuma. Besarnya publikasi mengenai penolakan impor CLQ ini, melibatkan Menteri Pertanian RI dan Dirjen Bina Produksi Peternakan (Dirjen BPP), DPR-RI Komisi III yang dibiayai besar-besaran oleh para perusahaan kelompok Kartel & Monopoli perunggasan Nasional (GPPU + GAPPI + GPMT). Isu yang dipublikasikan dalam penolakan CLQ ini adalah demi mempertahankan usaha peternakan rakyat serta usaha kecil menengah (UKM), halali­sasi, kesehatan dan bea masuk. Dilain pihak sebelum ribut CLQ bahwa peternakan rakyat dan UKM sektor perunggasan sebagian besar banyak yang mati usahanya dimulai sejak tahun 1981 s/d 1999 sebagai akibat adanya Kartel & Monopoli perunggasan Nasional oleh PMA & PMDN sekutunya. Dalam logika yang masih sehat, mungkinkah para perusahaan PMA ini mau membiayai penolakan CLQ secara besar-besaran kalau mereka tidak benar-benar sebagai pelaku Kartel & Monopoli didalam usaha perunggasan Nasional dan sebenarnya usaha merekalah yang paling terancam dan terdesak !!!

Peternakan rakyat yang dibunuh usahanya oleh pelaku Kartel & Monopoli sama sekali tidak diperhatikan DPR-RI & Pemerintah, tapi CLQ yang jumlahnya kecil yang mengancam PMA & PMDN dibela mati-matian oleh Pemerintah cq. Menteri Pertanian dan Dirjen BPP begitu juga DPR-RI Komisi III. Penyelenggara Negara saat itu sangat tanggap dan bereaksi keras membela para perusahaan PMA dan malah berada digarda penolakan paling gigih dibarisan terdepan.

Pada saat itu, PPUI sangat kecewa terhadap kinerja instansi terkait yang sekarang disebut Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan yang tidak pernah menggubris protes PPUI terhadap adanya kejahatan ekonomi Unggas (Monopoli & Kartel Usaha) yang telah-lama mematikan usaha peternakan rakyat, maka isu dan impor daging ayam CLQ ini adalah sangat efektif untuk memukul para PMA ini sehingga terhukum secara mekanisasi pasar dan terbukti adanya impor CLQ harga DOC, Pakan dan karkas saat itu menjadi turun dikonsumen.

Kita harus segera melakukan percepatan kesiapan daya tahan ekonomi Nasional untuk menghadapi perdagangan bebas kedepan. Apabila ini tidak diwaspadai, akan terjadi suatu gejolak yang lebih parah lagi dikemudian hari yang akan menghilangkan sinergi potensi bangsa Indonesia yang telah lama ada. Bebaskan Indonesia dari penjajahan ekonomi bangsa asing. (♫♫♫)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar anda